Halaman

Sabtu, 12 Desember 2009

PEMBAHARUAN dalam DUNIA ISLAM

PEMBAHARUAN dalam DUNIA ISLAM:
PERIODE MODERN 1800 M – 200 M

Key Word: Pembaharuan, Islam, Politik, Pendidikan, dan Aqidah

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
Peradaban Islam merupakan terjemahan dari bahasa Arab yakni al-hadarah al-islamiyyah, kata ini sering diartikan kedalam bahasa Indonesia sebagai kebudayan Islam.”Kebudayaan” dalam bahasa Arab adalah al-Tsaqafah, di Indonesia masih banyak orang yang mensinonimkan kata “kebudayaan” dan “peradaban”. Akan tetapi dalam perkembangan ilmu antropologi, hakikatnya kedua hal ini berbeda. Secara aplikatif kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi (agama), dan moral, sementara peradabaan terefleksi dalam politik, ekonomi, dan teknologi.
Dengan demikian baik peradaban maupun kebudayaan, akan mengalami perubahan dan pembaharuan, baik yang terjadi secara sederhana maupun secara signifikan. Dalam dunia Islam keniscayaan itu pun juga terjadi. Islam yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammmad saw. telah membawa bangsa Arab yang semula terbelakang, bodoh, tidak terkenal, dan diabaikan bangsa lain, menjadi bangsa yang maju. Ia dengan cepat bergerak mengembangkan dunia, membina satu kebudayan, dan peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah umat manusia hingga sampai saat ini.
Perubahan-perubahan dan pembaharuan yang terjadi mencakup berbagai aspek yang secara signifikan berpengaruh pada perkembangan agama Islam di dunia. Namun, pembahasan dalam tulisan ini akan berfokus hanya pada tiga aspek pembaharuan dalam dunia Islam yakni; bidang politik, pendidikan, dan aqidah. Pembahasan tiga aspek ini, kajian ini sangat menarik untuk diteliti sebab, pada satu sisi, pembahasan ini akan memberikan gambaran terhadap pembaharuan yang terjadi di dunia Islam secara umum dan umat Islam khususnya.
Disamping itu pada sisi lain, tulisan ini akan menggambarkan pengaruh Islam terhadap dunia, dengan adanya pembaharuan-pembaharuan yang telah terjadi pada dunia Islam. Sebab telah kita ketahui bersama bahwa kemajuan Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk Benua Eropa melalui Spanyol. Oleh karena itu, menurut H.A.R. Gibb melalui bukunya Whaither Islam mengatakan bahwa “Islam is indeed much more than a system of theology, it is a complete civilization (Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna). Jadi hemat penulis bahwa penelitian ini sangat penting artinya untuk dapat memahami pembaharuan dan pengaruh Islam terhadap dunia di Luar Islam.
Untuk membatasi pemahaman dan agar tulisan ini lebih fokus tidak terlihat mengambang dan luas, maka dalam tulisan ini pembaharuan Islam akan dibagi dalam tiga periode yakni; klasik, pertengan dan modern. Periode klasik akan digambarkan pembaharuan Islam antara tahun 650-1250 M. Kemudian periode pertengahan yakni antara tahun 1250-1800 M, dan terakhir periode modern yakni antara tahun 1800 M-sekarang. Dari periode-periode ini nantinya akan terlihat sejauh mana pembaharuan yang telah dilakukan oleh Islam khususnya dalam tiga hal yang telah disebutkan di atas.

2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas penulis memberikan batasan rumusan masalah yang akan dibahas yaitu meliputi:
a. Apa saja pembaharuan yang terjadi pada dunia Islam di bidang politik?
b. Bagaimana dan apa saja pembaharuan di bidang pendidikan yang telah terjadi pada dunia Islam?
c. Pembaharuan apa saja yang terjadi pada dunia Islam di bidang aqidah?
3. Metode Penelitian
Penelitian ini murni menggunakan bahan-bahan kepustakaan secara langsung atau biasa disebut penelitian dengan kajian kepustakaan (Library Research). Dimana kegiatan penelitiannya dilakukan dengan pengumpulan data dari berbagai literatur dari buku-buku, jurnal-jurnal yang berada di perpustakaan ataupun di tempat lain. Untuk memudahkan dalam pengolahan data, penulis menggunakan sebuah metode untuk memudahkan dalam menganalisis, yaitu dengan metode Analisis-Deskriptif. Dengan metode ini penulis mencoba menguraikan dan membahas secara sistematis dan terperinci tentang pembaharuan di dunia Islam. Dalam konteks ini penulis akan menguraikan dan menggambarkan bagaimana pembaharuan-pembaharuan yang terjadi di dunia Islam yakni bidang politik, pendidikan, dan aqidah, untuk selanjutnya menganalisis hasil yang telah didapat .

B. PEMBAHARUAN ISLAM BIDANG POLITIK

1. Politik Islam Masa Klasik
Selama kehidupannya Rasul saw. menjalankan perannya sebagai nabi, pembuat hukum, pemimpin agama, hakim, komandan pasukan, dan kepala pemerintahan sipil. Semua ini menyatu dalam diri Muhammad, semua mampu beliau lakukan dengan sangat baik. Namun, setelah beliau wafat siapakah yang akan menggantikannya sebagai khalifah, dalam berbagai peran selain peran kenabian? Secara “biologis”, rasul tidak meninggalkan anak laki-laki beliau hanya meninggalkan seorang anak perempuan yakni Fatimah istri Ali. Di satu sisi, rasul hanya meninggalkan anak perempuan, pada sisi lain, rasul juga tidak menunjuk dengan jelas siapa yang akan menjadi penggantinya. Akibatnya, masalah kehalifahan menjadi masalah pertama yang harus dihadapi oleh umat Islam.
Setelah umat Islam pada waktu itu melakukan pemilihan khalifah, akhirnya memilih Abu Bakar dan sekaligus tercatat sebagai khalifah pertama yang menggantikan rasul, sebagai pemimpin umat Islam setelah rasul , Abu Bakar disebut Khalifah Rasulillah (pengganti rasul). Kahlifah Abu Bakar menduduki urutan pertama dari empat khalifah awal (khalifa al-rasidun). Ketiga khalifah berikutnya secara berturut-turut adalah Umar, Usman, dan Ali. Masa keempat khalifah itu merupakan masa dimana ketika teladan kehidupan nabi masih berpengaruh besar pada sikap dan perilaku para pemimpin Muslim, selain itu para khalifah ini juga merupakan sahabat dekat dan kerabat nabi, mereka tinggal di Madinah sebagai pusat pemerintahan mereka, kecuali Ali yang memilih Kufah di Irak sebagai ibu kota pemerintahannya.
Abu Bakar memerintah hanya sekitar dua tahun, sebelum wafatnya beliau mengadakan musyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan antara umat Islam. Pada zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi, ibu kota Syria yakni Damaskus, jatuh ketangan Islam tahun 635 M dan setahun kemudian setelah tentara Bizantium kalah pada pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria berada dalam kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi dilanjutkan ke Mesir dibawah komando Amru bin ‘Ash dan ke Irak di bawah komando Sa’ad bin Abi Waqash.
Umar bin Khattab memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/ 634-644 M), masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah. Untuk menentukan penggantinya Umar tidak menempuh jalan seperti yang telah dilakukan Abu Bakar, dia hanya menunjuk enam orang sahabat lalu meminta mereka untuk memilih salah satu diantara mereka untuk menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad bin Abi Waqash, dan Abdurrahman bin ‘Auf. Setelah Umar wafat, tim ini mengadakan musyawarah dan berhasil menunjuk Usman sebagai khalifah, melalaui persaingan yang agak ketat denganAli bin Abi Thalib.
Dimasa pemerintahan Usman (644-655 M), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania dan Tarabistan berhasil direbut. Ekspansi Islam tahap pertama berhenti sampai disini. Usman yang hanya memimpin selama 12 tahun, juga harus mengakhiri kepemimpinannya dengan dibunuh, sebab ada beberapa golongan yang tidak senang terhadap gaya kepemimpinannya yang memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar, dan akhirnya pada tahun 35 H/ 655 M. Usman wafat karena dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang kecewa dengan kepemimpinannya.
Setelah wafatnya Usman, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Para sejarawan bersepakat bahwa Ali dipilih secara aklamasi, secara terbuka dan disepakati oleh seluruh hadirin. Dengan demikian Ali adalah khalifah pertama dan satu-satunya yang dipilih secara umum dalam sejarah Muslim. Ali hanya memimpin sekitar enam tahun. Pada pemirintahan Ali banyak terjadi pemberontakan dan tidak sedikit pun pada masa pemerintahannya dapat dikatakan stabil. Puncak pemberontakan pada pemerintahan Ali dilakukan oleh Thalhah, Zubair, dan Aisyah yang berujung pada perang Jamal. Akhir dari pemerintahan Ali adalah dengan terbunuhnya Ali oleh salah seorang dari anggota Khawarij.
Selanjutnya setelah kita membahas situasi politik pada masa empat khalifah setelah rasul, maka selanjutnya kita akan membahas pembaharuan bidang politik pada periode awal Islam yakni antara 650-1000 M, pada zaman ini secara politik Islam melakukan ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan, pada zaman ini daerah Islam meluas dari Afrika utara sampai ke Spanyol di barat dan melalaui Persia sampai ke India di timur. Daerah-daerah itu tunduk kepada kekuasaan khalifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian di Damsyik dan terakhir di Bagdad.
Setelah kekuasaan empat kahlifah setelah rasul berakhir, maka pemerintahan umat Islam mengalami kemajuan yang boleh dikatakan pesat khususnya dalam bidang politik. Akan tetapi pada masa Muawiyah yang menjadi awal dari kekuasaan Bani Umayyah, pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Kehalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi pemerintahan secara turun-temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan masyarakat untuk menyatakan sumpah setia pada anaknya Yazid. Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun, sementara itu ibu kota negara dipindah dari Madinah ke Damaskus, tempat dimana dia berkuasa sebelumnya sebagai seorang gubernur. Secara umum khalifah-khalifah yang besar pada dinasti ini adalah diantaranya; Muawiyah bin Abi Sufyan (661-680 M), Abdul Malik bin Marwan (685-705 M), al-Walid ibnu Malik (705-715 M), Umar bin Abul Aziz (717-720 M) dan Hasyim ibn Abdul Malik (724-743 M).
Pada masa ini juga terjadi ekspansi besar, tercatat pada masa dinasti ini kekuasaan Islam sampai ke daratan Spanyol dengan menduduki Kordova sebagai ibu kota Spanyol pada saat itu. Dengan demikian kekuasaan Islam saat itu sangat luas daerah-daerah itu meliputi diantaranya; Spanyol, Afrika Utara, sebagian Asia Kecil, Persia Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.
Disamping itu, pada masa ini juga banyak terjadi kemajuan-kemajuan diantaranya menertibkan angkatan bertsenjata dan mencetak mata uang sebagai alat tukar sekitar tahun 659 M. Akan tetapi ini semua tidak berarti bahwa kekuasaan Bani Umayyah ini tidak mendapat ganguan. Disamping para pengganti khalifah yang telah wafat sangat lemah, juga banyak terjadi pemberontakan sehingga menyebabkan hancurnya kekhalifahan Bani Umayyah. Untuk selanjutnya setelah runtuhnya kekhalifahan Bani Umayyah maka kekuasaan dilanjutkan oleh Bani Abbasiyah, disebut Bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya adalah keturunana dari paman Nabi Muhammad saw. yakni al-Abbas.
Kekuasaan Bani Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, yakni dari tahun 132 H (750 M) sampai pada 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan paerubahan politik, sosial, dan budayanya. Pada masa pemerintahan al-Mansyur (754-775 M), ibu kota Negara di pindah dari al-Hasyimiyah, dekat Kufah ke Bagdad, di Bagadad ini lalu al-Mansyur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahan, dan mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan pada Lembaga Eksekutif dan Yudikatif. Dia juga mengangkat seorang wazir sebagai koordinator departemen, dan yang paling penting adalah dibuatnya lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara. Kejayaan Bani Abasiyah mencapai puncaknya pada masa kekuasaan Harun al-Rasyid (786-809 M) kemudian dilanjutkan oleh anaknya al-Ma’mun (813-833 M).

2. Islam di Spanyol dan Masa Tiga Kerajaan Besar
Seperti yang telah disebutkan, bahwa Spanyol diduduki Islam pada zaman Khalifah al-Walid (705-715), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelumnya Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayyah pada zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Dalam penaklukan Islam di Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan ke sana, mereka adalah Tharif ibn Malik, Tharik bin Ziyad, dan Musa bin Nushair. Semenjak pertama kali menginjakkan kaki di Spanyol sampai jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad, pada masa ini Islam di Spanyol telah banyak memberikan kontribusi yang signifikan dalam berbagai bidang termasuk didalamnya bidang politik.
Setelah Islam berkuasa di Spanyol hampir delapan abad, pada tahun 1258 M Bagdad jatuh ketangan bangsa Mongol, hal ini bukan saja mengakhiri masa Khalifah Abbasiyah di sana, tapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan dan peradaban Islam, sebab Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam saat itu yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan juga ikut lenyap dibumi hanguskan oleh pasukan Mongol. Pada saat ini secara politik umat Islam mengalami kemunduran dan boleh dikatakan bahwa kekuasaan Islam sudah tidak signifikan lagi. Hal ini disebabkan setelah Bagdad runtuh kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain saling berperang dan berebut daerah kekuasaan.
Setelah Bani Abbas hancur, kemudian kekuasaan Islam muncul kembali di Turki yakni kerajaan Usmani, kemudian Mughal di India, dan Safawi di Persia. Kerajaan Usmani disamping yang pertama berdiri juga merupakan yang terbesar dan paling lama bertahan dibandingkan dengan dua kerajaan lainnya. Tiga kerajaan (dinasti) ini berkuasa lebih kurang tiga abad, yakni antara 1500 M sampai 1800 M. dalam bidang politik kerajaan pertama yakni Usmani, melakukan ekspansi dengan cepat dan luas, hal ini disebabkan karena memang para pemimpin kerajaan Usmani pada masa-masa awal adalah orang-orang yang kuat.
Meskipun demikian, sebenarnya kemajuan kerajaan Usmani hingga mencapai masa kejayaannya bukan semata-mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang mendukung keberhasilan ekspansi itu, yang paling penting diantaranya adalah keberanian, keterampialan, ketangguhan dan kekuatan militer yang sanggup bertempur kapanpun dan dimanapun. Keberhasilan ekspansi juga dibarengi dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam struktur pemerintahan Sultan sebagai penguasa tertinggi dibantu oleh shard al-a’zham (perdana menteri) yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I, dibawah gubernur terdapat beberapa al-Zanaziq atau al-‘alawiyah (bupati).
Ketika kerajaan Usmani sudah mencapai puncak kemajuan, kerajaan Safawi di Persia baru berdiri, kerajaan ini berkembang dengan cepat, secara embrio kerajaan ini berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Menariknya, kerajaan ini menyatakan Syi’ah sebagai mazhab Negara. Oleh karena itu, kerajaan ini dianggab sebagai peletak pertama dasar terbentuknya negara Iran dewasa ini. Yang menjadi keprihatinan adalah bahwa antara kerajaan Usmani dan kerajaan Safawi sering terjadi peperangan, hal ini tidak lain akibat ambisi politik yang mendorong kalifah-khalifah kerajaan Safawai terutama Ismail untuk mengembangkan kekuasaan termasuk ke Turki Usmani.
Selanjutnya adalah kerajaan Mughal di India. Kerajaan ini berdiri seperempat abad setelah berdirinya kerajaan Safawi. Kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai ibu kota, didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530), dia merupakan salah satu dari cucu Timur Lenk. Pada tahun 1525 M, Babur berhasil menguasai Punjab dengan ibu kotanya Lahore. Setelah melakukan peperangan besar pada 21 April 1526 M di Panipat, ketika Babur memimpin tentaranya menuju Delhi dan pada pertempuran itu kemenangan dipihak Babur, selanjutnya sebagai pemenang kemudian ia menegakkan pemerintahan di sana. Dengan demikian berdirilah kerajaan Mughal di India.
Secara politik, kekuasaan Mughal sangat luas di antaranya Chundar, Ghond, Chitor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, dan sebagian besar wilayah India pada saat itu. Wilayah yang sangat luas ini dipimpin dalam suatu pemerintahan yang militeristik. Dalam pemerintahan militeristik tersebut, sultan adalah seorang sipah salar (kepala komandan), sedang sub distrik dipegang oleh faujdar (komandan). Jabatan-jabatan sipil pun diberi jenjang kepangkatan yang bercorak kemiliteran, dan para pejabat diwajibkan mengikuti latihan kemiliteran. Hal yang menarik dari kerajaan ini adalah disamping mengekspor hasil pertanian, kerajinan dan lain-lain, ke negara-negara lain seperti Eropa, Afrika, Arabia dan Asia Tenggara, juga mengadakan kerjasama dengan bebarapa negara seperti Inggris dan Belanda dalam mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian.
Setelah masa kejayaan Islam runtuh, seiring dengan runtuhnya tiga kerajaan besar, Eropa Barat (selanjutnya disebut Barat) mengalami kemajuan yang sangat pesat. Periode ini bermula dari tahun 1800 M dan berlangsung sampai sekarang, dimana dunia Islam dijajah oleh bangsa Barat. Diawal periode 1800 M ini kondisi dunia Islam secara politis berada dibawah penetrasi kolonialisme. Baru pada pada pertenganhan abad 20 M dunia Islam mulai bangkit memerdekakan dirinya dari penjajahan Barat.


C. PEMBAHARUAN ISLAM BIDANG PENDIDIKAN
Selanjutnya, setelah kita membahas kondisi dan pembaharuan Islam dalam bidang politik hingga runtuhnya kerajaan Islam secara politik, kita akan melanjutkan pembahasan pembaharuan Islam pada bidang pendidikan. Perlu digaris bawahi di sini seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa pembahasan akan difokuskan dari masa klasik, pertengan, dan modern.
Pada dasarnya bahwa puncak kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti bahwa seluruhnya berasal dari kreativitas pernguasa Bani Abbas sendiri, sebagian diantaranya telah mulai berkembang sejak masa awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan di masa awal Islam sudah berkembang lembaga pendidikan dimana masjid sebaga basicnya saat itu lembaga pendidiakan terdiri dari dua tingkat yakni; pertama, Maktab/Kuttab dan masjid yaitu, sebuah lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan, dan tulisan serta tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama seperti tafsir, hadis, dan bahasa. Kedua, Tingkat pendalaman, pada tingkat ini bagi pelajar yang ingin memperdalam ilmunya dapat pergi keberbagai daerah untuk menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya, pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau rumah-rumah. Khusus bagi anak bangsawan dan para penguasa dapat memanggil para guru atau ilmuan kerumah mereka masing-masing untuk mengajar.
Lembaga-lembaga yang sudah ada ini lalu berkembang pada masa kekuasaan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih berupa Universitas, karena disamping di sana terdapat berbagai kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi. Perkembangan lembaga pendidikan ini merupakan sebuah cerminan bahwa telah terjadi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat.
Di satu sisi, Pada masa Bani Abbas juga terjadi asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain, selain itu bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi ini lalu berdampak positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terutama bangsa Persia yang banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra, kemudian pengaruh India dalam bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. Sementara bangsa Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak ilmu, terutama filsafat.
Pada sisi lain, terjadinya gerakan penterjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama terjadi pada masa Harun al-Rasyid, yang banyak menterjemahkan karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua, pada masa khalifah al-Ma’mun, yang lebih banyak menterjemahkan buku-buku dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga adalah setelah masa al-Ma’mun dimana sudah tersedianya kertas sebagai alat untuk membuat buku, sehingga bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas. Pengaruh dari kebudayaan bangsa-bangsa yang telah maju tersebut (terutama dalam bidang terjemahan), tidak saja membawa perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan umum tapi juga ilmu pengetahuan agama.
Disamping itu pada masa Bani Abbasiyah, merupakan masa hidup dari imam-imam mazhab hukum yang empat yakni Imam Abu Hanifah (700-767 M), dalam pendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kufah, kota yang berada ditengah-tengah kebudayaan Persia. Oleh karena itu, mazhab ini lebih menggunakan pemikiran rasional dari pada hadis. Selanjutnya Imam Malik (713-795 M), berbeda dengan Imam Abu Hanifah, Imam Malik lebih banyak menggunakan hadis dan tradisi masyarakat Madinah. Pendapat kedua tokoh tersebut ditengahi oleh Imam Syafi’i (767-820 M) dan Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M).
Pengaruh gerakan terjemahan ini terasa sangat signifikan terutama dalam bidang ilmu pengetahuan umum, terutama bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dalam bidang astronomi nama al-Fazari tercatat sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusns nastrolobe. Kemudian al-Fargani, yang di Eropa dikenal dengan nama al-Faragnus, menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. Dalam lapangan kedokteran dikenal nama al-Razi dan Ibnu Sina. Al-Razi adalah ilmuwan pertama yang menemukan perbedaan antara penyakit cacar dan measles, dia juga orang yang pertama menyusun buku tentang ilmu kedokteran anak, sesudahnya ilmu kedokteran di tangan Ibnu Sina yang juga sebagai seorang filosof. Ibnu Sina berhasil menemukan sistem peredaran darah manusia. Di antara karyanya adalah al-Qanun fi al-Thibb, buku ini merupakan ensiklopedi kedokteran terbesar dalam sejarah.
Selain tokoh-tokoh di atas ada banyak tokoh yang berpengaruh dan memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan hingga saat ini seperti; Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythami yang di Eropa dikenal dengan Alhazen, dibidang kimia, terkenal nama Jabir ibn Hayyan, kemudia pada bidang matematika terkenal nama Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dia jugalah yang menciptakan ilmu aljabar. Dalam bidang sejarah terkenal nama al-Mas’udi yang juga ahli dalam bidang geografi. Diantara karyanya adalah Muruj al-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir.
Tokoh-tokoh yang terkenal dalam bidang filsafat antara lain; al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, etika, dan interpretasi terhadap filsafat Aris Toteles. Ibnu Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat, yang terkenal diantaranya adalah al-Syifa’. Sementara Ibnu Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan sebutan Averroes, banyak berpengaruh di Barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang disebut dengan Averoisme.
Secara aplikatif, pendidikan di Spanyol begitu meluas di berbagai pelosok, sehingga sebagian besar Muslim di Spanyol bisa membaca dan menulis. Para guru yang mengajar pada sekolah dasar mendapatkan tempat yang layak dan terhormat, berbeda dengan sejawat-sejawat mereka di tempat lain. Pendidikan yang lebih tinggi difokuskan pada tafsir al-Qur’an, teologi, filsafat, tata bahasa Arab, puisi, leksikografi, sejarah, dan geografi. Beberapa kota penting yang berada di Spanyol memiliki Universitas. Beberapa Universitas yang besar dapat di sebutkan diantaranya terdapat di Kordova, Seville, Malaga, Granada. Universitas Kordoba memiliki beberapa jurusan seperti astronomi, matematika dan kedokteran, sebagai tambahan untuk jurusan teologi dan hukum.
Yang paling menarik dan perlu kiranya dituliskan di sini, bahwa setiap universitas memiliki perpustakaan yang dibangun berdampingan dengan gedung universitas. Perpustakaan terbesar berada di Kordova yang pembangunannya dipelopori oleh khalifah Muhammad I (852-886 M), kemudian diperluas oleh Abdurahman III, lalu menjadi perpustakaan terbesar dan terbaik setelah al-Hakam II menyumbangkan koleksi pribadinya.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa memang kemajuan Islam dalam bidang pendidikan sangat berpengaruh dan mempunyai peranan sangat penting bagi dunia khususnya Eropa. Kekuasaan Islam di Spanyol telah menunjukkan bukti yang nyata tentang hal ini. Sehingga tidaklah mengherankan jika pada saat itu banyak orang Eropa yang belajar ke tanah Islam. Orang Islam sejatinya bukan hanya sekedar penyalur pikiran-pikiran orang Yunani, akan tetapi juga sebagai pencipta-pencipta sejati, yang mempertahankan disiplin-disiplin yang telah mereka ajarkan dan meluaskannya. Oleh karena itu orang Eropa harus mempelajari banyak hal dari orang Islam, sebelum mereka sendiri mampu mengadakan perkembangan-perkembangan lebih lanjut.
Demikianlah kemajuan dalam bidang pendidikan yang pernah dicapai oleh pemerintahan Islam, suatu kemajuan yang memang tidak ada bandingnya pada saat itu. Pada masa ini kemajuan dalam berbagai bidang berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan, sehingga Islam mencapai masa kejayaan dan keemasaannya, namun masa keemasan ini mencapai puncaknya hanya sampai pada masa Bani Abbasiyah. Namun sayang, setelah periode ini berakhir, Islam mengalami masa kemunduran terutama dibidang pendidikan.

D. PEMBAHARUAN ISLAM BIDANG AQIDAH

Sunni dan Syiah
Amanat dan pesan terakhir Nabi Muhammad saw. di Arafah ketika perjalan akhir hajinya, persis sebelum kematiannya pada 632, meringkas esensi Islam, yang secara sederhana biasa dikatakan oleh para ulama sebagai rukun Islam. Amanat ini secara jelas mengidentifikasikan lima pokok yang meletakkan keyakinan dan kebiasaan Islam yakni; sembahlah Tuhanmu, dirikanlah shalatmu lima kali sehari, naik haji ke rumah Tuhanmu. Bayarlah zakat dari hartamu dan patuhilah apa yang aku perintahkan kepada kalian. Kelak kalian akan masuk surga Tuhan sang pemeliharamu.
Pesan rasul ini menghujam dalam setiap hati kaum Muslimin pada saat itu, walaupun ada beberapa orang yang mengaku sebagai nabi setelah Muhammad, namun itu dapat diatasi oleh para khalifah setelah rasul. Pada perkembangan selanjutnya di permukaan hanya ada satu keyakinan Islam yang monolitik; pada pokoknya masing-masing Muslim percaya pada cita-cita Islam, namun dalam praktek, faktor-faktor politik dan sejarah membantu menciptakan perbedaan-perbedaan dalam masyarakat. Ini pada dasarnya adalah merupakan satu bagian dari sifat sosial dan budaya. Hal ini kemudian memunculkan beberapa sekte.
Meskipun ada banyak sekte Muslim dalam perkembangan aliran dalam Islam namun yang paling menonjol dapat kita bagi menjadi dua bagian besar yaitu Sunni dan Syiah. Kaum Sunni berkisar kira-kira 90% dari populasi dunia Muslim sedangkan Syiah hanya 10%. Secara umum perbedaan antara dua pihak tersebut pada intinya sedikit dan terletak pada tradisi dan kebiasaan. Ada perbedaan opini yang lain antara Sunni dan Syiah, sering berdasarkan faktor-faktor budaya dan hanya sedikit kaitannya dengan doktrin.
Secara geografis pusat Syiah berada di Iran, Irak bagian selatan, dan Asia Selatan. Sikap eksklusifitas menjadi ciri mereka. Kepercayaan Syiah berkisar di seputar Ali, kaum ini menganggap bahwa Nabi Muhammad memilih Ali sebagai penggantinya dan oleh karena itu, seharusnya dia menjadi khalifah pertama. Kaum Syiah percaya bahwa masing-masing pemimpin baru dalam masyarakat seharusnya dipilih oleh imam sebelumnya dan mereka percaya bahwa dia seharusnya adalah seorang keturunan Nabi dan juga Ali. Bagi kaum Sunni khalifah sebagian besar adalah pemimpin dan memegang kekuasaan politik.
Baik Syiah maupunpun Sunni percaya lima rukun Islam. Tapi selama berabad-abad seluruh pokok ibadah telah berbeda, bahkan bentuk-bentuk sembahyang telah berbeda. Namun salah satu perbedaan yang sangat menonjol anatara keduanya adalah antara doktrin Syiah tentang imamah yang sangat berbeda dengan konsep Sunni tentang kekhalifahan. Bagi Syiah imam adalah pemimpin politik dan petunjuk jalan keagamaan, dia adalah penafsir yang mempunyai otoritas terakhir tentang kehendak Tuhan dan mempunyai kekuasaan yang hampir tidak terbatas. Sementara itu bagi golongan Sunni otoritas keagamaan yang dibutuhkan untuk menerjemahkan Islam terletak dalam konsensus (ijma’), atau kepustusan kolektif masyarakat yakni para ulama.
Muktazilah, Khawarij, dan Murji’ah
Sebelumnya, pada masa Dinasti Umayyah perlu dijelaskan juga di sini, juga dapat kita temukan cikal-bakal gerakan-gerakan filosofis keagamaan yang berupaya menggoyahkan fondasi agama Islam.pada paruh abad ke-8, di Basrah hidup seorang tokoh terkenal bernama Washil bin ‘Atho’ (w. 748 M) seorang pendiri mazhab rasionalisme kondang yang biasa disebut Muktazilah. Orang Muktazilah (pembelot, penentang), mendapat sebutan itu karena mereka mendakwahkan ajaran bahwa orang yang berdosa besar dianggap telah keluar dari barisan Islam, namun tidak disebut Kafir, dalam hal ini orang semacam itu berada pada posisi antara kafir atau beriman.
Doktrin tersebut pada saat itu dianut oleh kelompok Qadariyah yang dibedakan dengan kelompok Jabariyah. Orang Qadariyah merepresentasikan penentangan terhadap konsep takdir yang ketat dalam Islam. Sementara kelompok Jabariyah kebalikan dari kelompok Qadariyah, mereka sangat terpaku pada takdir dang menggap takdir sebagai sesuatu yang tidak bisa diuabah-uabah. Orang Qadariah adalah mazhab filsafat paling awal.
Selain Muktazilah sekte keagamaan lain yang tumbuh dan berkembang pada masa ini adalah kelompok Khawarij. Namun jika Muktazilah mempelopori dan pendukung gerakan rasionalisme, Khawarij menjadi pendukung gerakan puritanisme Islam. Jika Qadariyah dikenal sebagai mazhab pemikiran filosofis awal, maka Khawarij merupakan sekte politik paling awal dalam Islam.
Sekte lain yang muncul adalah Murji’ah, yang mengusung doktrin irja’, yaitu pengukuhan hukum terhadap orang yang beriman yang melakukan dosa, dan mereka tetap dianggap Muslim. Lebih spesifik lagi, orang Murji’ah tidak menganggap pemaksaan hukum agama oleh kahalifah-khalifah Umayyah sebagai alasan yang sah untuk menolaknya sebagai pemimpin politik de facto bagi umat Islam.
Sufisme
Sufisme adalah filsafat Islam yang toleran, mistik, dan universal. Ajarannya tentang damai dengan semua orang, membuatnya disayang oleh umat Islam maupun non-Islam. Kaum Sufi melihat kesatuan Tuhan, tauhid, dalam segala sesuatu dan setiap orang. Meskipun dalam bentuk vulgar atau lebih populisnya Sufisme mempelajari hal-hal yang “tidak” Islami. Namun tidak dapat disangkal bahwa asal-usulnya berasal dari Nabi Muhammad sendiri. Sufi pertama sekali harus menguasai syari’ah, jalan Islam yang benar, sebelum melangkah ke tariqah, jalan Sufi.
Dalam perkembangan selanjutnya, pada dunia Islam aliran-aliran seperti yang telah disebutkan di atas berkembang dan menyebar keseluruh pelosok dunia Islam, perkembangan ini sejalan dengan perkembangan peradaban dan budaya dalam dunia Islam. Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa aliran-aliran ini sampai sekarang masih ada, dan mampu mempengaruhi cara dan pola hidup umat Islam secara umum.

E. KESIMPULAN dan PENUTUP

Sebelum penulis menutup tulisan ini, ada beberapa kesimpulan yang dapat dipaparkan diantaranya; pertama, dalam bidang politik, pembaharuan dan perubahan terus terjadi dalam dunia Islam. Pada masa awal Islam masalah kekhalifahan menjadi bahasan pokok dalam bidang politik, kemudian periode berikutnya masalah ekspansi dan perluasan wilayah menjadi sorotan utama. Dari segi model pemerintahan dapat kita lihat bahwa memang terdapat kemajuan yang sangat signifikan dalam perkembangan politik Islam.
Kedua, dalam bidang pendidikan, sejak awal, melalui Nabi Muhammad Islam telah menanamkan kewajiban dalam menuntut ilmu, hal ini ditunjang dengan didirikannya sekolah-sekolah dan tempat belajar. Pendidikan dan kemajuan intelektual dalam Islam mencapai puncaknya pada masa Khalifah Abbasiah di Spanyol, ini terbukti dengan didirikanya berbagai sekolah dan universitas serta perpustakaan yang sangat maju, dan pada saat itu juga dunia Islam banyak melahirkan pemikir-pemikir dan para ilmuwan yang berpengaruh.
Ketiga, dalam bidang akidah, tidak dapat disangkal lagi bahwa banyak bermunculan sekte-sekte atau aliran-aliran dalam Islam. Sekete-sekte ini pada dasarnya adalah merupakan satu bagian dari sifat sosial dan budaya. Sekte-sekte ini terus berkembang dan menjadi aliran-aliran yang dianut oleh umat Islam hingga saat ini.
Demikianlah beberapa hal tentang pembaharuan dalam Islam yang dapat dibahas dalam tulisan ini. Sebagai kata penutup, semoga tulisan yang sangat jauh dari kesempurnaan ini dapat bermanfaat dan bisa dijadikan bahan diskusi untuk bahan pemahaman yang lebih baik pada masa-masa yang akan datang. Wallahu a’lam bisshawab.

Jumat, 11 Desember 2009

Bahasa Simbolik

Jika bicara tentang bahasa, maka dalam benak kita akan terbayang suatu ucapan yang bisa disimbolkan sehingga dapat dipahami oleh orang lain atau lawan bicara. namun ada bahasa yang tidak bisa difahami, atau paling tidak jika ingin difahami harus melalui penafsiran mendalam, itulah "bahasa simbolik". terkadang simbol atau tulisan tidak mampu mewakili ungkapan dari bahasa simbolik. Ibnu 'Arobi pernah berkata: "Tuhan memuji ku dan akupun memuji Tuhan, Tuhan menyembah ku, lalu akupun menyembah Tuhan". Jika perkataan ini tidak difahami dengan penafsiran yang mendalam, maka bisa membuat orang menjadi kufur, namun sebenarnya inilah yang dinami bahasa simbolik, ungkapan semacam ini hanya bisa difahami dengan penafsiran yang mendalam.

Minggu, 29 November 2009

PEREMPUAN, PENDIDIKAN, DAN INDONESIA

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KONSTRUK PENDIDIKAN DI INDONESIA

Key Word: Perempuan, Pendidikan, dan Kebijakan

A. PENDAHULUAN

Sudah sejak lama pandangan masyarakat kita dalam melihat peran antara laki-laki dan perempuan cendrung patriarki. Ini artinya bahwa kultur kelaki-lakian yang nota bene menomor satukan laki-laki dari pada perempuan tampak sangat dominan. Keadaan semacam ini kemudian membuat masyarakat, secara kolektif dan tidak sadar melegitimasi dan menerapkan kultur tersebut dalam di dalam kehidupan mereka.
Permasalahan yang sangat dominan muncul dari hal di atas adalah ketidak-adilan yang dirasakan oleh kaum perempuan, yang lebih ironis lagi adalah bahwa ketidak-adilan ini terjadi hampir pada semua aspek kehidupan. Jika kita bernostalgia untuk melihat masa silam, maka akan tercermin dalam bingkai sejarah bahwa memang posisi perempuan sangat termarjinalkan. Selain itu, budaya-budaya yang terbentuk dalam peradaban manusiapun sangat memarginalkan eksistensi perempuan. Salah satu contoh yang dapat kita lihat adalah masalah "menstruasi". Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nasaruddin Umar masalah menstruasi ternyata sarat dengan makna mitos. Sehingga, hampir setiap suku, agama, dan kepercayaan memiliki konsep perlakuan khusus terhadap perempuan yang sedang menstruasi.
Diantara mitos tersebut adalah bahwa darah menstruasi merupakan dosa asal atau origin sin yang dilakukan Hawa, hal inilah yang menyebabkan Adam dan Hawa dijatuhkan oleh Tuhan ke bumi. Celakanya lagi, bahwa mitos-mitos tentang menstruasi yang dialami kaum perempuan ini diyakini benar adanya, sehingga adanya perlakuan-perlakuan khusus terhadap perempuan yang sedang menstruasi. Seperti wanita yang sedang menstruasi harus dijauhkan dari keluarga dan masyarakat serta juga ada larangan untuk melakukan kegiatan dengan orang yang sedang haid, bahkan sampai makan dan minumpun harus dijauhkan dari orang di sekitarnya. Alhasil, perlakuan ini akhirnya menjadi salah satu penyebab langgengnya sistem patriarki yang sarat dengan bias gender.
Disamping hal di atas, dalam ranah pendidikan pun keberadaan perempuan memiliki sejarah yang gelap, dalam arti bahwa perempuan mendapatkan tempat terpojok bahkan tidak mendapatkan tempat sama sekali dalam porsinya untuk mengenyam pendidikan. Dalam sejarah bangsa Indonesia, tercermin bahwa kedudukan perempuan dalam pendidikan sangat memprihatinkan. Keadaan inilah yang lalu memunculkan gerakan feminisme. Nilai-nilai feminisme yang diperjuangkan oleh kaum hawa adalah untuk memposiskan perempuan pada porsinya. Sejarah perjuangan feminisme barangkali bisa dirunut pada apa yang diteriakkan oleh wanita-wanita Prancis sejak abad ke-18 M. Di Indonesia nama R.A. Kartini bisa dijadikan acuan sekaligus contoh gerakan feminis yang sangat intens dalam memperjuangkan keadilan perempuan khususnya dalam dunia pendidikan.
Buah pikiran kartini melalui surat-suratnya dapat kita simpulkan sebagai berikut, pertama, kunci kemajuan bangsa terletak pada pendidikan, oleh karena itu seluruh anak rakyat harus dapat menerima pendidikan secara sama, kedua, sistem dan praktek pendidikan tidak mengenal diskriminasi tanpa membedakan, jenis kelamin, agama, satus sosial, dan keturunan, semuanya berhak mengecam pendidikan. Ketiga, pendidikan yang diarahkan pada pencerdasan rakyat secara nasional terbagi menjadi dua yakni formal dan non formal. Keempat, selain keterampilan pendidikan juga diarahkan pada pembentukan watak dan kepribadian anak didik. Kelima, pendidikan perempuan haruslah ditekankan pertama sekali.
Dewasa ini perjuangan kesetaraan gender telah menjadi agenda internasional dan nasional. Banyak konvensi internasional dan undang-undang mengenai kesetaraan laki-laki dan perempuan yang menuntut affirmative action atau positif action dalam melaksanakan kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan. Kesetaraan gender merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Sehubungan dengan itu telah banyak kebijakan publik yang telah dikeluarkan untuk mewujudkan ide keseteraan.
Di atas merupakan sekilas gambaran tentang sejarah pendidikan bagi perempuan secara umum termasuk di Indonesia serta beberapa isu tentang kesetaraan perempuan dengan laki-laki (kesetaraan gender), makalah ini ingin membahas tentang bagaimana keadaan dan kedudukan perempuan dalam konstruk pendidikan di Indionesia pada saat ini, apakah masih seperti sejarah masa lalu yang sangat suram atau sebaliknya. Makalah ini juga nantinya akan melihat bagaimana kebijakan-kebijakan yang ditawarkan oleh pemerintah dalam hal pendidikan khususnya bagi perempuan. Penelitian ini sangat penting sebab pada satu sisi, pemerintah melalui kebijakan-kebijakan pendidikan ingin memberikan porsi yang sama antara laki-laki dengan perempuan. Namun implementasi yang terjadi pada tataran empiris pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya mengarah pada kesetaraan pendidikan antara laki-laki dan perempuan pada sisi lain. Terlebih setelah dinberlakukannya sistem desentralisasi pendidikan yang diusung oleh sistem otonomi daerah.
Secara singkat dapat digambarkan bahwa makalah ini akan membahas tentang posisi perempuan dalam sistem pendidikan di Indonesia dengan merujuk pada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Kemudian menganalisis kebijakan-kebijakan yang muncul apakah sudah sesuai dengan apa yang diharapkan dan terakhir dipaparkan beberapa kesimpulan. Semoga makalah ini bermanfaat. Amin.

B. KONDISI PEREMPUAN DI INDONESIA (Pendidikan dan Kedudukan)

Sebelum kita masuk pada formulasi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, penulis akan membahas terlebih dahulu tentang sejarah pendidikan di Indonesia, hal ini nantinya akan dapat mengantarkan kita pada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, untuk selanjutnya dapat dianalisis sejauh mana pelaksanaan dan pengaruhnya terhadap dunia pendidikan di Indonesia khususnya bagi kaum perempuan.
Pada masa awal kedatangan kolonial Belanda sekitar tahun 1600-an, Belanda mendirikan sekolah dengan tujuan melenyapkan agama Katolik dan menyebarkan agama Protestan. Sekolah yang pertama di bangun oleh Belanda adalah pada tahun 1607 yang didirikan di bagian timur Indonesia teepatnya di Ambon untuk anak-anak Indonesia sebab pada saat itu belum ada anak-anak Belanda. Dari sana kemudian banyak didirikan sekolah-sekolah oleh Belanda, pada tahun 1632 tercatat ada 16 sekolah di Ambon dan terus meningkat hingga 33 buah sekolah pada tahun 1645 dengan 1300 murid. Akan tetapi perkembangan nya menurun hingga Abad ke 18 sebab pada saat itu agama Katolik sudah dilenyapkan.
Selanjutnya pada tahun 1817 setelah ambruknya VOC, pemerintah Belanda mendirikan sekolah pertama untuk anak-aknak Belanda di Jakarta, yang segera diikuti oleh pendirian dan pembukaan sekolah-sekolah dikota-kota lain di Jawa. Namun fasilitas yang digunakan pada sekolah-sekolah belanda sangat jauh berbeda dengan sekolah yang didirikan untuk anak Indonesia (Bumiputera), hal ini berlanjut hingga sebelum kemerdekaan. Lalu pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana dengan nasib anak-anak perempuan Indonesia dalam konteks pendidikan (sekolah)? Pada prinsipnya, pemerintah Belanda tidak membeda-bedakan antar laki-laki dan perempuan dalam hal pendidikan.
Akan tetapi, masyarakat Indonesia secara tradisional didominasi oleh kekuasaan maskulin. Kekuasaan maskulin itu diperkuat oleh mitos, tradisi, bahkan dalam agama-agama yang dianut telah dimanipulasi untuk mensubordinasikan perempuan dalam struktur kehidupan bermasyarakat. Tidak mengherankan jika banyak kebijakan-kebijakan yang sangat mendiskreditkan kaum perempuan. Hal inilah yang menjadi kenyataan sejarah Indonesia pada saat itu. Oleh karena itu, menyebabkan kedudukan perempuan dalam masyarakat menjadi inferior yang sebenarnya ini semua sangat bertentangan dengan kodrat manusia, tidak terkecuali dibidang pendidikan.
Kenyataan semacam ini terus berlanjut, walaupun memasuki abad ke-19 sudah terlihat kebijakan-kebijakan yang lebih mengutamakan perempuan termasuk juga munculnya gerakan-gerakan yang mengusung kesetaraan dan keadilan gender. Di Indonesia sendiri upaya untuk mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) dituangkan dalam kebijakan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999, UU No. 25 th. 2000 tentang Program Pembangunan Nasional-PROPENAS 2000-2004, dan dipertegas dalam Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional, sebagai salah satu strategi untuk meujudkan keadilan dan kesetaraan gender.
Disamping itu, pengarusutamaan gender juga salah satu dari empat key cross cutting issues dalam Propenas. Pelaksanaan PUG (pengarusutamaan gender) diinstruksikan kepada seluruh departemen dan lembaga pemerintah dan non departemen di pemerintah nasional, propinsi, maupun di kabupaten/kota untuk melakukan penyusunan program dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dengan mempertimbangkan masalah kebutuhan, aspirasi perempuan dalam pembangunan, kebijakan, program/proyek dan kegiatan.
Jika demikan maka, seharusnya penduduk wanita yang jumlahnya 49,9% (102.847.415) dari total 206.264.595 penduduk Indonesia (sensus penduduk 2000) merupakan sumberdaya pembangunan yang cukup besar. Partisipasi wanita dalam setiap proses pembangunan akan mempercepat tercapainya tujuan pembangunan, namun sebaliknya, kurang berperannya kaum perempuan, akan memperlambat proses pembangunan atau bahkan perempuan dapat menjadi bahan bangunan itu sendiri.
Kenyataan empiris di Indonesia dalam beberapa aspek pembangunan termasuk di dalamnya aspek pendidikan, memperlihatkan bahwa perempuan kurang dapat berperan aktif. Hal ini disebabkan karena kondisi dan posisi perempuan yang kurang menguntungkan dibanding laki-laki. Seperti peluang dan kesempatan yang terbatas (atau bahkan dibatasi) dalam mengakses dan mengontrol sumberdaya pembangunan, sistem upah yang merugikan, tingkat kesehatan dan pendidikan yang rendah sehingga manfaat pembangunan kurang dirasakan hasilnya oleh kaum perempuan di Indonesia.
Demikian kondisi perempuan yang terlihat di Indonesia, walaupun ada upaya penyetaraan antara laki-laki dan perempuan, namun masih kita lihat disana-sini kondisi yang kurang menguntungkan bagi kaum perempuan. Ini artinya bahwa berbagai upaya pembangunan nasional yang selama ini diarahkan untuk meningkatkan SDM, baik perempuan maupun laki-laki, ternyata belum dapat memberikan manfaat yang setara bagi perempuan jika dibandingkan dengan laki-laki.
Disamping itu, faktor lain yang menjadi penyebab kesenjangan gender adalah tata nilai sosial-budaya masyarakat lebih mengutamakan laki-laki (ideology patriarki) yang sangat kental, peraturan perundang-undangan masih berpihak pada salah satu jenis kelamin, demikan pula dengan penafsiran agama yang kurang komprehensif, cendrung tekstual-parsialistik dan kurang holistik akan sangat merugikan salah satu pikak. Secara intern sangat rendahnya kemauan, kemampuan dan kesiapan untuk merubah keadaan secara konsisten dan konsekwen juga menjadi salah satu faktor langgengnya kesenjangan gender. Disamping itu, rendahnya pemahaman para pengambil keputusan di eksekutif, yudikatif, legislatif terhadap arti, tujuan, dan arah pembangunan yang responsif gender juga menambah terpuruknya kondisi perempuan.
Dalam pembahasan selanjutnya penulis akan membagas kebijakan-kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan gender (kususnya dalam pendidikan) serta proses pengambilannya dan implementasinya.

C. POSISI PEREMPUAN DALAM PENDIDIKAN (Kerangka Kebijakan)

Secara keseluruhan kualitas hidup manusia digambarkan melalaui Indeks Pembangunan Manusia/Human Development Index (HDI). Melalui hal ini posisi Indonesia jauh berada di bawah Malaysia, Thailand, dan Philipina. Indonesia menempati posisi ke-112 dari 175 negara pada tahun 2003. Begitu pula pada tingkat kesetaraan gender melalaui foling Gender Related Development Index (GDI) Indonesia pada tahun 1995 menempati peringkat ke-88 dan terus merosot hingga tahun 2002 berada pada peringkat ke 91 dari 144 negara GDI, ini pun masih berada jauh di bawah negara-negara di ASEAN seperti Malaysia, Thailand, dan Philipina yang masing-masing berada pada peringkat 54, 60, dan 63. Pada prinsipnya indeks pembangunan manusia skala internbasional dan nasional dinilai dari 3 aspek yaitu; pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Kondisi dan posisi perempuan meliputi 3 aspek tersebut.
Untuk menjembatani dan merespon kesetaraan laki-laki dan perempuan, pemerintah mengeluarkan kebijakan publik yang berupa undang-undang dan peraturan seperti di bawah ini;
1. Undang-Undang Republik Indonesia no. 7 tahun 1994 tentang pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita. (Convention on the Elimination of All Froms Discrimination Against Women)
2. Undang-Undang Republik Indonesia no. 34 tahun 1999 tentang HAM. Dalam pasal 48UU ini dikatakan "wanita berhak menmperoleh pendidikan dan pengajaran di semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan". Pasal 60 ayat 1 menyatakan: "setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya.
3. Undang-Undang Republik Indonesia no. 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Pasal 3 UU ini menyatakan mengenai asas dan tujuannya untuk penghormatan HAM, keadilan dan kesetaraan gender, non-diskriminasi, dan perlindungan korban.
4. Instruksi Presiden no. 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender pada pembangunan nasional. Instruksi ini bertujuan; melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan program pembangunan nasional yang perspektif gender sesuai dengan bidang, tugas, dan fungsi serta kewenangan masing-masing. Pengarusutamaan gender ini dilakukan antara lain melalui analisis gender dan upaya komunikasi, informasi, dan edukasi tentang pengarusutamaan gender pada instansi dan lembaga perintah di tingkat pusat dan daerah.
Kebijakan-kebijakan yang muncul ini pada prinsipnya adalah sebagai respon dari kenyataan empiris Indonesia baik dari segi sosial-budaya, sosial-ekonomi, maupun sosial-politik, yang masih kurang responsif terhadap perempuan. Usaha lain dalam upaya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender adalah dengan menjadikan visi Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia dengan visi "berupaya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender", ini juga merupakan salah satu bentuk pembaharuan pembangunan pemberdayaan perempuan yang selama tiga dasawarsa telah memberikan manfaat yang cukup besar. Berbagai peningkatan pemberdayaan perempuan yang bisa dilihat dengan meningkatnya kualitas hidup perempuan dari berbagai aspek, meskipun masih belum optimal.
Dalam bidang pendidikan, seperti yang telah disebutkan di atas bahwa "wanita berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran di semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan". Maksud pemerintah dalam hal ini adalah agar terciptanya keadilan antara perempuan dan laki-laki dalam bidang pendidikan. Semua ini natinya akan berimbas pada posisi dalam memegang keksuasaan (baca: pemerintahan), sebab hubungan kekuasan dan pendidikan sangat erat knowledge is power dalam arti bahwa menguasai ilmu pengetahuan berarti menguasai sumber-sumber kehidupan.
Dalam GBHN 1999-2004 seperti yang telah disebutkan di atas, pemerintah menetapkan dua arah kebijakan pemberdayaan perempuan yakni; pertama, meningkatkan peran dan kedudukan perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua, meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan dengan tetap mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan serta historisitas perjuangan perempuan dalam rangka melanjutkan usaha pemberdayaan perempuan serta kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
Dengan demikian harapan pemerintah pemberdayaan perempuan dalam rangka mewujudkan KKG merupakan komitmen bangsa Indonesia yang pelaksanaannya menjadi tanggung jawab semua pihak eksekutif, legislatif, yudikatif, tokoh-tokoh agama dan masyarakat secara keseluruhan. Ini artinya, bahwa sesuai dengan dua arahan kebijakan itu, pemerintah bertanggungjawab untuk merumuskan kebijakan-kebijakn pemberdayaan perempuan ditingkat nasional maupun daerah, yang pelaksanaannya dapat memberikan hasil terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender disegala bidang kehidupan dan pembangunan.
Singkatnya bahwa, hasil yang diinginkan oleh pemerintah dalam hal ini adalah bagaimana seharusnya penempatan posisi perempuan sesuai dengan kedudukannya, selain itu agar terciptanya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan, yang selama ini masih terlihat bertolak belakang dengan apa yang diharapkan oleh pemerintah.

D. ANALISIS KEBIJAKAN

Pada bagian ini penulis ingin memaparkan kebijakan-kebijakan pemerintah secara umum tentang kesetaraan gender khususnya dalam bidang pendidikan dan apakah kebijakan itu telah dijalankan dengan maksimal, dari situ nantinya akan terlihat sejauh mana dampak kebijakan itu dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pada bidang pendidikan, kaum perempuan masih sangat tertinggal dibandingkan kaum laki-laki, kondisi ini antara lain disebabkan adanya pandangan masyarakat yang mengutamakan dan mendahulukan laki-laki untuk mendapatkan pendidikan dari pada perempuan. Dengan kasus ini lalu pemerintah mengeluarkan undang-undang Republik Indonesia no. 34 tahun 1999 tentang HAM. Dalam pasal 48 UU ini dikatakan "wanita berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran di semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan". Pasal 60 ayat 1 menyatakan: "setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya.
Akan tetapi, ketertinggalan perempuan dalam pendidikan masih signifikan, hal ini tercermin dari persentase perempuan buta huruf (14,54% tahun 2001) lebih besar dibanding laki-laki (6,87%) dengan kecendrungannya meningkat selama tahun 1999-2000. Akan tetapi, jumlah ini kemudian mengalami penyusutan angka buta huruf yang cukup signifikan. Namun, angka buta huruf perempuan tetap lebih besar dari pada laki-laki, khususnya perempuan kepala rumah tangga. Angka buta huruf perempuan pada kelompok 10 tahun ke atas secara nasional (tahun 2002) sebesar 9,29% dengan komposisi laki-laki 5,85% dan perempuan sebanyak 12,69%. Menurut statistik kesejahteraan rakyat 2003, angka buta huruf perempuan pada tahun 2003 12,28% sedangkan laki-laki hanya sekitar 5,84%.
Pada satu sisi, kelihatan bahwa dalam perkembangan pendidikan di Indonesia boleh dikatakan sudah ada kemajuan, artinya bahwa pendidikan nasional Indonesia telah menembus hambatan-hambatan yang merintangi seperti budaya-budaya patriarki dan diskriminasi teks. Kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan yang telah menjadi kebijakan pemerintah setidaknya telah sedikit mengurangi diskriminasi perempuan, termasuk juga didalamnya diskriminasi mengenai kebebasan menggunakan atribut-atribut keagamaan ketika jam bersekolah formal seperti kasus yang terjadi sekitar tahun 1988-1990.
Namun demikian pada sisi lain, pelaksanaan prinsip kesetaraan yang berkeadilan (justice) ternyata belum sepenuhnya terlaksana dalam masyarakat. Kita lihat misalnya, bagaimana sulitnya kaum perempuan menduduki jabatan-jabatan strategis dalam masyarakat, seperti jabatan Presiden, Gubernur, Anggota DPR yang seluruhnya menunjukkan ketimpangan di dalam kesetaraan yang berkeadilan. Prinsip kebebasan perempuan yang berkeadilan belum menuju kepada fairness karena perempuan masih dibatasi dalam menduduki jabatan-jabatan strategis. Dalam pelaksanaan UU Sistem Pendidikan Nasional telah memberikan kesempatan yang sama kepada laki-laki dan perempuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan, UU ini boleh dikatakan berhasil, sebab secara kuantitas dapat kita lihat bahwa jumlah siswa/mahasiswa laki-laki dan siswi/ mahasiswi perempuan sudah relatif seimbang. Namun demikian, jabatan-jabatan strategis dalam hidup bermasyarakat ternyata masih di dominasi oleh kaum laki-laki.
Jika diperhatikan secara kuantitas, pemerintah sudah dikatakan mampu untuk memberikan respon positif terhadap kesetaraan gender. Namun pada sisi kurikulum dan membangun sensitivitas gender dilembaga-lembaga pendidikan masih belum diperhatikan secara maksimal. Banyak sekali kasus-kasus yang menunjukkan perlakuan yang diskriminatif dan tidak sensitif gender yang terjadi pada lembaga pendidikan. Otonomi daerah yang diterapkan oleh pemerintah yang juga diiringi dengan desentralisasi pendidikan disatu sisi, memang sangat baik jika diterapkan dengan maksimal, namun pada sisi lain, pada beberapa daerah akan membangun kesenjangan perlakuan antara laki-laki dan perempuan, sebab dibeberapa daerah, masih sangat kental dengan budaya patriarki yang notabene sangat mengunggulkan laki-laki.
Salah satu contoh yang dapat kita lihat misalkan. "dalam sebuah diskusi kelas, seorang murid laki-laki, tiba-tiba mengeluarkan ungkapan yang tidak sepantasnya ketika seorang teman perempuannya menanggapi pernyataannya. Dia mengatakan "dasar perempuan banyak omong" terhadap teman perempuannya itu. Ungkapan yang spontan itu lalu membuat teman-temannya yang lain tertawa". Ini menunjukkan bahwa perilaku yang sensitif gender pada lembaga pendidikan masih belum terlaksana dengan baik. Dalam kasus lain misalkan banyak terjadi pelecehan seksual terhadap para siswi ataupun mahasisiwi yang dilakukan oleh oknum guru ataupun dosen.
Seharusnya kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah secara signifikan tidak hanya terfokus pada kesetaraan pendidikan dalam hal kuantitas, akan tetapi bagaimana kebijakan-kebijakan itu juga mencakup pada kurikulum dalam setiap lembaga pendidikan. Artinya, bahwa selama ini pemerintah hanya memperhatikan kesejahteraan dan kesetaraan gender dalam bentuk zahir saja, namun tidak memperhatikan hal-hal yang bersifat moril dan perlakuan yang mulia terhadap perempuan.
Namun demikian usaha pemerintah untuk mewujudkan kesetraaan gender di negeri yang kita cintai ini adalah merupakan sebuah usaha keras yang perlu diapresiasi dan juga dukungan dari seluruh elemen dan lapisan masyarakat Indonesia.

E. PENUTUP DAN KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan memerapa hal, pertama, bahwa diskriminasi gender telah melahirkan ketimpangan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Selain itu ketimpanagan lebih banyak dialami oleh perempuan dari pada laki-laki. Kedua, akibat diskriminasi gender yang berlangsung sejak lama, kondisi perempuan pada bidang pendidikan, ekonomi, HAM, dan politik, berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Kondisi ini jika tidak segera diatasi, maka ketimpangan dan kesenjangan pada perempuan tetap saja akan terus terjadi.
Ketiga, bahwa status perempuan dalam kehidupan sosial masih banyak mengalami diskriminasi haruslah diakui, kondisi ini terkait erat dengan masih kuatnya nilai-nilai tradisional terutama di pedesaan yang kurang memperoleh akses terhadap pendidikan, pekerjaan, pengambilan keputusan dan aspek lainnya. Kenyataan ini menjadi masalah tersendiri dalam upaya pemberdayaan perempuan, dimana perempuan memiliki peranan yang lebih kuat dalam proses pembangunan.
Demikianlah makalah singkat yang jauh dari kesempurnaan ini penulis buat, semoga dapat bermanfaat dan dapat dijadikan bahan untuk berdiskusi lebih jauh tentang kesenjangan dan kesetraan gender di Indonesia khususnya dalam bidang pendidikan. Wallahu A'lam.

Menafsiri Siklus Waktu

Menafsiri Siklus Waktu
(Sebuah Refleksi Pergantian Tahun)

Dalam teks al-Qur’an, banyak sekali kata-kata yang berhubungan (bermakna) waktu. Bahkan Allah swt. sering bersumpah dengan mengunakan waktu. Seperti; QS. Ad- Dhuha (93), al-Lail (92), al-‘Asr (103), al-Fajr (89). Hal ini mengindikasikan betapa penting dan urgennya waktu dalam kehidupan manusia baik secara individu maupun bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Orang di Barat mengatakan time is money “waktu adalah uang” sementara orang Timur mengatakan al- Waqt ka al-Saif “waktu itu ibarat sebilah pedang”. Masing-masing peradaban memiliki makna tersendiri dalam mendefinisikan pentingnya waktu dalam kehidupan.
Di satu sisi, waktu selalu dan akan terus berganti seperti aliran air sungai yang selalu mengalir tanpa kompromi. Namun pada sisi lain, waktu yang telah berlalu itu tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu, sebagai manusia idealnya kita harus mampu memanfaatkan waktu agar tidak berlalu begitu saja tanpa ada makna dan arti, manusia tidak akan ada yang mampu merefleksi ulang fenomena yang telah berlalu. Meminjam istilahnya W.S. Renra; “Jangan biarkan helai-helai waktumu pergi meninggalkan mu jika kau mampu raihlah lagi kepergian helaimu”.
Beberapa hari ini kita baru saja meninggalkan tahun lama (2006) dan sekarang berada dalam tahun baru (2007). Tahun, dalam pandangan ilmuan, adalah merupakan salah satu dimensi waktu yang harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlewatkan begitu saja. Secara normatif, sumpah Allah yang diekspresikan dalam bentuk waktu, mengisaratkan kepada kita bahwa begitu pentingnya mengatur dan memanajemen waktu. Dalam surah al-Hasr (59): (18) Allah mengingatkan kepada manusia agar selalu memperhatikan apa yang akan diperbuatnya untuk hari esok. Ini membuktikan bahwa begitu pentingnya pengaturan waktu, tujuannya tidak lain adalah agar manusia mampu memanfaatkan waktu untuk dapat di isi dengan hal-hal yang bersiafat positif baik secara normatif atau sosial.
Dalam penerapannya, banyak orang yang justru melalaikan dan membuang-buang waktunya hanya untuk sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Oleh karena itu ada dua hal yang perlu diperhatikan terkait dengan masalah waktu ini, sebagai barometer bagi kita untuk menilai apakah waktu kita sudah termanfaatkan secara baik atau malah sebaliknya;

1. Pemanfatan Waktu dalam Perspektif Normatif
Islam mengajarkan agar manusia mampu mengisi waktu-waktunya dengan amal soleh, yaitu perbuatan yang selalu membawa kita dekat kepada sang Khalik. Qur’an surah al-‘Asr memberikan penjelasan yang sangat berharga tentang hal ini. Manusia secara keseluruhan diliputi oleh kerugian yang besar yang beraneka ragam, dan mereka masuk dalam wadah kerugian itu terkecuali orang-orang yang beriman, beramal shaleh, nasehat kepada kebenaran, dan nasehat kepada kesabaran. Inilah orang-orang yang dalam agama dikatakan telah mampu memanfaatkan waktu dengan baik dan orang yang seperti inilah termasuk dalam golongan orang-orang yang beruntung.
Logikanya sederhana, jika kita inginkan sesuatu, maka kita harus mempunyai sesuatu yang lain sebagai perantara untuk mendapatkan sesuatu itu. Sebagai contoh, jika kita ingin mendapat makan, maka kita harus punya perantara untuk mendapat makanan itu. Sederhananya, Jika kita hendak makan maka minimal kita memakai tangan sebagai perantara masuknya makanan ke dalam mulut, dan mulut sebagai perantara masuknya makanan kedalam perut, dan begitu seterusnya. Dalam kaitanya dengan ayat ini, jika anda tidak ingin menjadi orang yang merugi maka anda harus mempunyai sesuatu yang membuat anda tidak rugi, yaitu; iman, amal saleh, nasihat kepada kebenaran dan kesabaran. Orang yang mampu memanfaatkan waktunya untuk hal diatas itulah orang yang tidak merugi dalam perspektif agama.

2. Pemanfaatan Waktu dalam Perspektif Sosial
Dalam sebuah hadis dijelaskan “manusia yang terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”. Dari hadis ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain, harus mampu mengekspresikan dirinya agar dapat bermanfaat bagi orang lain. Ada sebuah peribahasa yang mengatakan bahwa hidup itu diumpakan sebagai sebuah kran air. Kran itukan menyimpan air bukan untuk dirinya tetapi untuk orang lain yang memerlukannya. Logikanya, hendaklah manusia itu mampu menjadikan dirinya seperti sebuah kran yang menyimpan air, tapi bukan buat dirinya buat orang lain yang membutuhkan. Jadi orang yang secara sosial dapat dikatakan memanfaatkan waktu adalah ketika ia mampu menjadikan waktu-waktunya selalu bermanfat bagi dirinya, keluarga, tetangga, serta orang lain.
Bukankah agama juga menggambarkan bahwa manusia itu ibarat sebuah bangunan; ada yang menjadi pondasi, ada yang menjadi tiang, jendela, pintu yang fungsinya satu sama lain adalah untuk saling memperkuat. Jadi sukses dalam agama secara sosial adalah orang yang hidupnya setiap waktunya selalu bermanfaat bagi kehidupan orang lain.
Secara sederhana dapat kita katakan bahwa agama Islam sangat menganjurkan umatnya untuk saling membantu dengan tidak memandang perbedaan apapun. jadi keseuksesan itu bukan dilihat dari banyak hartanya atau tinggi jabatannya, tetapi bagaiman setiap waktu dalam hidupnya selalu berpengaruh dalam kemaslahatan orang lain.
Tahun baru, apa yang harus dilakukan?

Islam mengajarkan agar waktu selalu di isi dengan amal saleh, yaitu suatu perbuatan yang apabila dilakukan tidak mengakibatkan kerusakan-kerusakan, atau perbuatan yang bermanfaat dan tepat atau sesuai dengan sasaran. Lebih jauh Islam mengajarkan agar kita lebih produktif dalam memanfaatkan waktu. Hal ini seperti yang disinyalir oleh Nabi dalam sebuah hadis, yang menyatakan siapa yang hari ini sama atau lebih jelek dari hari yang kemarin maka dia termasuk kedalam golongan orang yang merugi. Dalam hadis lain Nabi menyatakan bahwa kita harus mampu menjaga lima perkara sebelum datamg lima perkara, yakni; sehat sebelum sakit, kaya sebelum miskin, senggang sebelum sempit, muda sebelum tua, dan hidup sebelum mati. Karenanya, dalam surat al-‘Asr dinyatakan bahwa orang yang tidak bisa memanfaatkan waktu dengan amal saleh adalah orang yang paling merugi.
Lalu apa yang harus kita lakukan dalam menyikapi pergantian waktu? Agama melalui al-Qur’an dan sunnah Rasul menganjurkan agar ketika kita melewati perjalanan waktu, baik ulang tahun maupun tahun baru adalah dengan melakukan refleksi; menengok masa lalu untuk mengambil pelajaran, manfaat, dan perhitungan serta memandang kedepan untuk mempersiapkan bekal bagi persiapan hari esok. (Q.s. 59 ayat 18). Dalam sabdanya Rasul mengatakan “orang mukmin itu tidak terikat kecuali dengan tiga masa: membekali diri untuk kembali keakhirat, berjuang untuk keidupan dunia, dan menikmati apa yang tidak diharamkan”.
Itulah prinsip yang diajarkan oleh Islam, mengisi dengan hal-hal baik dan melakukan refleksi, tidak akan melakukan sesautu hal yang bersifat negatif yang pernah dilkukannya pada masa lalu. Hal ini terkait erat dengan beberapa hal lainnya yang pasti dialami oleh manusia sebagai konsekwensi dalam kehidupan dan pemanfaatan waktu; kenikmatan, kesengsaraan, ketaatan, dan kemaksiatan. Bagi yang berada dalam kenikmatan, kewajibannya adalah bersyukur kepada Allah dengan hati yang bersih dan lapang. Yang berada dalam keadaan sengsara keharusannya adalah bersabar terhadap ujian Allah dan harus istiqomah dalam keimanan. Mengapa demikian sebab bisa jadi kesengsaraan yang ditimpakan kepada kita adalah ujian yang debikan kepada kita atau bahkan mungkin azab yang diakibatkan oleh perbuatan kita selama ini. Oleh karena itu, bagi yang sedang atau pernah melakukan kemaksiatan itu haruslah segera bertobat dan memohon ampunan Allah serta bertekat tidak akan mengulangi perbuatan maksiat itu lagi.
Sebagai kata akhir dari tulisan ini, mari sama-sama kita renungkan dan kita hayati perkataaan Saiyidina Ali bin Abi Thalib berikut ini; rizki yang tidak diperoleh hari ini masih dapat diharapkan perolehannya lebih banyak di hari esok, tetapi waktu yang berlalu hari ini, tidak akan mungkin kembali esok.” Karena itu, waktu sebenarnya tidak bisa ditunda. Lebih lanjut menunda perbuatan atau pekerjaan bukanlah ajaran Islam. Selamat tahun baru 2010Masehi. Wallahu a’lam.[]

Jumat, 04 September 2009

Studi Ma'anil Hadis

Studi Ma'anil Hadis;
Malaikat Membentangkan Sayapnya Bagi Orang yang Menuntut Ilmu

A. Pendahuluan

Jika kita lihat dalam al-Qur'an, ternyata al-Qur'an secara signifikan tidak mengungkap tentang tujuan pendidikan secara rinci dan tegas. Namun isyarat akan keutamaan dan kemuliaan yang didapat melalui proses pendidikan banyak diungkap di dalamnya. Al-Qur'an menggunakan kata ilmu dengan berbagai derivasinya tidak kurang dari 408 kali, ini menunjukkan bahwa keutamaan ilmu dan orang yang menuntut ilmu sangatlah tinggi, bahkan semangat keilmuan ini disejajarkan dengan ke-tauhidan. Surah al-'Alaq 1-5 sebagai bukti pensejajaran itu.
Demikan pula halnya dengan hadis Rasulullah saw., dalam berbagai kesempatan Rasul saw. sering memberikan semangat dan respon yang sangat simpati terhadap orang yang berilmu dan para penuntut ilmu, bahkan tidak jarang Rasul memberikan motifasi dan keutamaan-keutamaan bagi orang yang menuntut ilmu. Sehingga tidak jarang pula Rasul memanjatkan do'a bersama-sama dengan penyertaan beliau yang mengandung anjuran bahkan perintah menuntut ilmu seperi ungkapan-ungkapan yang sudah masyhur dikalangan masyarakat.
Jika lebih dicermati, bahwa menuntut ilmu itu bukan hanya sekedar kewajiban manusia tetapi merupakan suatu kebutuhan primer bagi manusia, bagi kelangsungan hidupnya di dunia maupun di akhirat kelak. Sebab, untuk mencapai kebahagian di dunia harus dengan ilmu, begitu juga jika ingin bahagia di akhirat haruslah dengan ilmu. Oleh karena itu, Rasullullah melalui hadisnya sering memberikan motifasi dan semangat bagi orang-orang yang mau dan sedang menuntut ilmu.
Motifasi-motifasi yang dilontarkan oleh Rasul saw. tidak hamya berupa kemulian dan keutamaan yang diberikan bagi orang yang berilmu (baca: Ulama), akan tetapi motifasi-motifasi itu juga dilontarkan Rasul dalam bentuk perlindungan yang dilakukan oleh malaikat bagi orang-orang-orang yang sedang atau akan menuntut ilmu. Hal ini senada dengan yang dilukiskan dalam al-Qur'an. Di dalam al-Qur'an sendiri isarat akan keutamaan dan kemulian bagi orang yang menuntut ilmu yang didapat melalui proses pendidikan sangat banyak disebutkan di dalamnya.
Perlindungan yang dilakukan oleh malaikat bagi orang-orang yang menuntut ilmu adalah merupakan suatu motifasi yang sampaikan oleh Rasul saw. agar orang-orang (baca: Islam) semangat dalam menuntut ilmu. Walaupun sebenarnya perlindungan itu bisa saja dipahami sebagai sebuah kemuliaan atau pengangkatan derajat bagi orang yang menuntut limu, namun yang jelas bahwa memang perlindungan yang dilakukan oleh malaikat bagi orang yang menuntut, ilmu sejak dia keluar dari rumah hingga pulangnya memang ada, walaupun tidak diketahui apa bentuknya. Seperti yang akan dibahas dalam makalah ini, yakni tentang: "malaikat akan membentangkan sayapnya bagi orang yang menuntut ilmu karana senang dengan apa yang dilakukannya".
Dalam makalah ini akan dibahas sebuah matan hadis yang berkaitan dengan motifasi yang diberikan Rasul kepada orang yang menuntut ilmu. Makalah ini tidak akan membahas tentang kesahihan sanadnya, namun hanya berfokus pada pemahaman terhadap matan dan nantinya akan dilakukan sebuah kritik untuk melihat apakah hadis ini dapat diterapkan pada konteks saat ini.
Sebelumnya, untuk mengantarkan pada kajian kritik praktis maka akan dibabahas lebih dahulu matan hadis dari pemehaman bahasa dan dikonfirmasikan dengan ayat-ayat al-Qur'an sebagai pendukung kehujjahan sebuah matan hadis, serta juga akan dilihat hadis-hadis lain sebagai pendukung. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah tinjauan historis. Dari sisni nantinya baru akan muncul tinjauan kritik dan pemahaman sebuah hadis secara komprehensif dan mendalam. Adapun hadis yang akan dibahas dalam makalah ini adalah hadis yang disampaikan oleh Abu Darda yang artinya: " Rasulullah saw. bersabda: "Tiadalah seorang pun yang keluar dari rumahnya dalam mencari ilmu kecuali para Malailat meletakkan sayap-sayap baginya (untuknya) karena senang (ridho) dengan apa yang dilakukannya". (H.R. Ibnu Majah).
Hadis ini tidak terdapat pada kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, namun setelah penulis melakukan penelusuran melalui kitab Mu'jam dan CD Mausu'ah, penulis menemukan hadis ini dibeberapa kitab, walaupun ada beberapa redaksi kata yang berbeda. Namun jika ditinjau dari segi kwalitasnya, setelah penulis lacak dari CD Mausu'ah bahwa hadis ini marfu' yang disandarkan kepada Rasulullah saw.
Pada intinya bahwa hadis ini memberikan gambaran sekaligus sebagai motifasi dan semangat, bahwa bagi setiap orang yang keluar dari rumahnya dengan niat menuntut ilmu, maka akan ada malaikat-malaikat yang akan menempatkan sayapnya untuknya, sebab malaikat senang dan ridha dengan apa yang dilkukannya. Untuk lebih jelasnya tentang masalah ini mari sama-sama kita lihat kajian di bawah ini.


B. Kajian Linguistik
Dalam kajian linguistik ini, penulis tidak mencantumkan seluruh kata dalam matan hadis untuk dirinci gramatikal dan maknanya. Sebab sebagian besar kata dalam matan hadis ini sudah sangat dipahami oleh sebagian besar orang, oleh karena itu, penulis hanya mencantumkan beberapa kata kunci yang menjadi titik fokus dari matan hadis ini, diantaranya kata; kharaja (خرج) , baitihi (بيته), dan ajnih}ataha (أجنحتها) teks hadisnya berbunyi;
222 حدثنا محمد بن يحيى . حدثنا عبد الرزاق . أنبأنا معمر عن عاصم بن أبيالنجودعن زر بن حبيش قال أتيت صفوان بن عسال المرادي فقال ما جاء بك ؟ قلت أنبط العلم. قال فإني سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول (ما من خارج خرج من بيته في طلب العلم إلا وضعت له الملائكة أجنحتها رضا بما يصنع)

Artinya: "Menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya, Memberitakan kepada kami Abdul Razzaq, memberitakan kepada kami Ma'mar dari 'Ashim bin Abu Najid, dari Zirrin bin Hubais, dia berkata "Saya mendatangi Shafwan bin 'Asal al-Mawardi>", beliau berkata: "kamu datang dengan niat apa? Saya menjawab; "saya hendak mencari ilmu" beliau berkata:"maka sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:"Tiadalah seorang pun yang keluar dari rumahnya dalam mencari ilmu kecuali para Malailat meletakkan sayap-sayap baginya (untuknya) karena senang (ridho) dengan apa yang dilakukannya". (H.R. Ibnu Majah).
Kata خرج diartikan keluar, dalam tata bahasa (konteks hadis ini) kata ini merupakan fi'il mad\i, yang berarti sedang atau akan keluar. Sementara kata خارج mengandung arti pelaku atau fa'il yakni orang yang keluar. Dalam kamus lisa>n al'Arab kata ini dilawankan maknanya dengan kata dakhala yang artinya masuk. Jadi kata kharaja ini berarti "keluar" yakni orang yang keluar dari tempat tinggalnya untuk suatu keperluan. Sedangkan kata بيته mengandung arti tempat tinggalnya (rumahnya), namun jika dirujuk dari kata aslinya ba>ta maka kata ini tidak hanya berarti tempat tinggal, tetapi bisa berarti "tempat" atau al-maka>n. Oleh karena itu, kata ini tidak hanya diartikan dengan makna tempat tinggal (rumah), namun juga bisa berarti tempat yang lain. Dalam al-Qur'an sebagian besar kata ini diartikan tempat diam atau tempat yang didiami (rumah) , seperti disebutkan dalam surah al-Nisa> ayat 100;

"Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi Ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah, dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

Dari sini terlihat jelas bahwa bait adalah rumah tinggal atau tempat berdiam, maka jika seseorang beranjak atau meninggalkan tempatnya dengan niat untuk menuntut ilmu maka malaikat akan membentangkan sayapnya untuk orang yang pergi itu hingga dia kembali.
Selanjutnya kata أجنحتها. Kata ini berasal dari kata ج ن ح dalam kamus bahasa arab kata ini merujuk arti, sayap, tertutup, sayap burung, sirip ikan, tameng atau perlindungan. Kata ini juga seakar dengan kata jannah atau surga, sebab surga tertutup atau tidak terlihat oleh mata. Sementara kata yang terdiri dari rangkaian huruf jim ج , nun ن , dan nun ن mengandung makna ketersembunyian atau ketertutupan. Jika kita tarik artinya dari pemahaman hadis di atas, bahwa malaikat itu dengan sayapnya akan menutupi (melindungi) orang yang pergi dengan niat menuntut ilmu sampai ia kembali kerumahnya.
Kata ini terkadang juga diartikan tangan, dikatakan wa jana>hu al-Insa>n sama dengan wayada>hu al-Insan . Selain itu dalam al-Qur'an kata ini juga bisa bermakna sayap yang merujuk pada sayap malaikat seperti disebutkan dalam surah Fa>t\ir ayat pertama;


"Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu".

C. Kajian Tematik Komprehensif
Untuk kajian tematik komprehensif ini akan dipaparkan teks-teks hadis lain yang setema dengan hadis di atas, dalam hal ini penulis melacak ada beberapa hadis yang setema dengan hadis di atas diantaranya;
Hadis dari kitab Sunan at-Tirmizi bab al-'ilmu 'an Rasulullah
2646 - حدثنا محمود بن غيلان حدثنا أبو أسامة عن الأعمش عن أبي صالح عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم من سلك طريقا يلتمس به علما سهل الله له طريقا إلى الجنة
قال أبو عيسى هذا حديث حسن صحيح
"Barang siapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu (mencari ilmu) maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga".

2648 - حدثنا محمد بن حميد الرازي حدثنا محمد بن المعلى حدثنا زياد بن خيثمة عن أبي داود عن عبد الله بن سخبرة عن سخبرة عن النبي رسول الله صلى الله عليه و سلم قال من طلب العلم كان كفارة لما مضى
قال أبو عيسى هذا حديث ضعيف الإسناد أبو داود يضعف ولا نعرف لعبد الله بن سخبرة كبير شيء ولا لأبيه واسم أبي داود نفيع الأعمى تكلم فيه قتادة وغير واحد من أهل العلم موضوع
"Barang siapa yang mencari ilmu, maka perbuatannya (mencari ilmu) menjadi penebus dosanya yang telah lalu".
Kedua hadis ini merupakan pendukung atau hadis yang se-tema dengan hadis yang diteliti. Di sini dapat dilihat bahwa pada hadis yang pertama bahwa orang yang menuntut ilmu akan dimudahkan baginya jalan menuju surga. Demikian pula dengan hadis yang kedua bahwa bagi orang yang mencari ilmu akan dihapus dosanya yang telah lalu. Namun hadis kedua ini dinilai oleh ulama sebagai hadis da'if.
Pada hadis pendukung yang pertama, disebutkan bahwa orang yang berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga, sebagian ulama memahami artinya bahwa orang yang menuntut ilmu sama dengan orang yang mati syahid mereka akandimasukan ke surga oleh Allah swt. Demikian pula hadis yang kedua, hadis ini memberikan motifasi yakni dengan menuntut ilmu, maka Allah akan menghapus dosa orang yang menuntut ilmu itu, atau menuntut ilmu itu akan menjadi penebus dosa seseorang. Ini artinya bahwa dengan motifasi-motifasi itu, diharapkan orang-orang tidak menjadi enggan dalam menuntut ilmu.
Sebenarnya masih ada beberapa hadis yang setema dengan hadis yang diteliti, namun disini tidak penulis cantumkan karena, menurut hemat penulis cukup dengan dua hadis di atas sudah sanggup mewakili hadis yang lain. Namun yang paling signifikan menurt hadis ini adalah bahwa bagi orang menuntut ilmu akan diberikan manfaat dan ganjaran yang setimpal oleh Allah dari mulai keberangkatannya sampai dia pulang.
D. Kajian Komfirmatif
Pada kajian ini akan dilakukan studi konfirmatif hadis tentang menuntut ilmu di atas dengan petunjuk-petunjuk dalam al-Qur'an. Dari sini nantinya akan terlihat singkronisasi al-Qur'an dengan al-Sunnah dimana keduanya merupakan sumber tertinggi ajaran Islam. Dari peneletian penulis dengan menggunakan kitab Mu'jam, setidaknya ada dua ayat al-Qur'an yang secara eksplisit mendukung hadis ini, yakni;

1. Surah at-Taubah (9) ayat 122.


"Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya".

Menurut Quraish Shihab, ayat ini menjelaskan tentang kaum Muslimin yang berduyun-duyun dan bersemangat untuk berjihad/ berperang melawan kaum Kafir, sebab anjuran yang demikian gencar dan pahala yang menanti serta kecaman bagi yang enggan. Sementara ulama menyebutkan bahwa ketika Rasul saw. berada di Madinah, beliau mengutus beberapa orang ke beberapa daerah, banyak sekali yang ingin ikut dalam pasukan kecil itu, sehingga jika diperturutkan maka yang tinggal bersama Rasul di Madinah hanya beberapa orang saja.
Ayat ini menuntun kaum Muslim untuk membagi tugas dengan menegaskan bahwa tidak sepatutnya bagi orang-orang Mukmin yang selama ini dianjurkan agar bergegas menuju ke medan perang pergi semua ke medan perang sehingga tidak tersisa lagi kaum Muslimin yang melaksanakan tugas-tugas lainnya. Jika memang tidak ada panggilan yang bersifat mobilisasi umum maka mengapa tidak pergi dari setiap golongan, yakni kelompok besar diantara mereka untuk bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuan tentang agama sehingga mereka dapat memperoleh manfaat bagi diri mereka dan juga orang lain.
Selanjutnya menurut Quraish, kata  terambil dari kata fiqh, yakni pengetahuan yang mendalam menyangkut hal-hal yang sulit dan tersembunyi. Kata fiqh di sini bukan hanya terbatas pada apa yang dipahami oleh ilmu agama yakni ilmu fiqh akan tetapi kata itu mencakup segala macam pengetahuan mendalam. Selain itu, ayat ini juga menggaris bahwahi pentingnya memperdalam ilmu dan menyebarluaskan informasi yang benar. Ayat ini menganjurkan orang untuk menuntut ilmu, namun bukan berarti lalu meninggalkan jihad (berperang) di jalan Allah itu lebih jelek dari menuntut ilmu. Akan tetapi seharusnya juga ada orang yang mau tinggal untuk memperdalam ilmunya. Sebab Rasul juga pernah mengemukakan bahwa orang yang menuntut ilmu itu juga sama dengan berjihad.
2. Surah 'Abasa (80) ayat 3-4.

3.Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),
4.Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?

Ayat selanjutnya yang berhubungan dengan hadis di atas adalah surah 'Abasa. Ayat ini sebenarnya berkaitan dengan sebuah peristiwa, dimana Rasul pada saat itu sedang sibuk menjelaskan Islam kepada tokoh-tokoh kaum Musyrik Mekah, beliau berharap ajarannya dapat menyentuh hati dan fikiran mereka sehingga bersedia memeluk Islam. Pada saat itu datanglah seorang sahabat yang buta, yakni 'Abdulla>h ibn Ummi Maktu>m r.a. yang rupanya tidak mengetahui kesibukan Nabi itu, lalu langsung menyela pembicaraan Nabi saw. memohon agar diajarkan kepadanya apa yang telah diajarkan Allah kepada Nabi saw. ini lakukannya beberapa kali. Sikap 'Abdullah ini tidak berkenan di hati Nabi saw.-namun beliau tidak menegur apalagi menghardik- akan tetapi terlihat dari raut wajah Nabi saw. merasa tidak senang sehingga turunlah ayat ini untuk menegur beliau.
Kemudian teguran ayat 1-2 itu dilanjutkan oleh ayat 3-4 bahwa; apakah yang menjadikan kamu mengetahui yakni engkau tidak dapat mengetahui-walaupun berusaha keras untuk mengetahui hati seseorang- boleh jadi ia ingin membersihkan diri yakni beramal saleh dan mendapatkan pengajaran, sehingga itu lebih bermanfaat baginya. Ayat ini menunjukkan betapa menuntut ilmu sangat diridhoi oleh Allah dan tidak memandang siapa yang ingin dan mau menuntut ilmu, sekalipun ia seorang buta.

E. Analisis Historis (Asbabul Wurud)

Dalam kajian ini penulis tidak menemukan secara rinci dari asba>b wurud\ hadis ini, akan tetapi dari beberapa informasi yang penulis lacak, dapat dikemukakan disini melalui kajian dari awal bunyi hadis ini, bahwa sebab dikeluarkannya lagi hadis ini berkaitan dengan cerita tentang Abu Darda yang menyampaikan hadis ini kepada seseorang.
Pada satu saat ketika Kasir bin Qais sedang duduk-duduk bersama Abu Darda di Masjid Damaskus, kemudian datanglah seorang laki-laki, lalu kemudian berkata kepada Abu Darda" wahai Abu Darda aku datang kepada mu dari kota Madinah, kotanya Rasulullah saw. untuk keperluan hadis yang sampai kepada ku, bahwasanya engkau mewartakannya dari Beliau, lalu Abu Darda berkata "apakah kamu kesini untuk niat berdagang? Dia menjawab "tidak", "apakah kamu datang berniat selain itu? Dia menjawab tidak!. Kemudian Abu Darda berkata "saya mendengar Rasul saw. bersabda "Barang siapa melalaui jalan seraya mencari ilmu, maka Allah akan mempermudah baginya jalan menuju surga. Sesungguhnya malaikat akan meletakkan sayap-sayapnya karena senang kepada orang yang menuntut ilmu".
Analisis historis ini mencerminkan bahwa memang pada saat itu, secara umum masyarakat sangat haus dengan ilmu. Hal ini terbukti dengan kedatangan seseorang dari Madinah ke Damaskus (sekarang siriya), hanya untuk mendapatkan sebuah hadis yang disampaikan Rasul kepada Abu Darda. Jika dikontekskan pada zaman sekarang maka hal ini seharusnya memotifasi umat Islam untuk selalu menuntut ilmu dimanapun dan kapanpun.

F. Kajian Kritik Praksis

Islam merupakan agama yang sangat memeperhatiakan dan mementingkan ilmu pengetahuan atau pendidikan, dalam berbagai kesempatan agama memberikan respon yang sangat positif terhadap orang yang berilmu dan menuntut ilmu. Hal ini dibuktikan dengan tidak hanya memberikan penghargaan dan sanjungan bagi orang yang memiliki ilmu yang dalam tetapi juga memberikan ganjaran bagi orang yang sedang atau akan menuntut ilmu.
Selain dalam al-Qur'an anjuran menuntut ilmu juga datang dari Rasul saw. bahkan banyak pernyataan-pernyataan beliau yang mengandung anjuran bahkan perintah menuntut ilmu, seperti yang sudah sering dan masyhur dikalangan umat muslim sendiri. Etos keilmuan yang dilontarkan Rasul telah menumbuhkan proses belajar-mengajar yang pada gilirannya telah menumbulkan perkembangan ilmu pengetahuan dalam berbagai cabang dan menjadi pendorong perubahan dan perkembangan masyarakat semenjak awal perkembangan Islam hingga saat ini.
Hadis yang telah dibahas di atas, mencerminkan salah satu dari penghargaan yang diberikan kepada orang yang menuntut ilmu, yakni dengan adanya perlindungan yang dilakukan oleh malaikat-malaikat dengan sayap-sayap mereka, sebab senang dengan orang yang menuntut ilmu. Sayap-sayap di sini bisa diartikan sebagai perlindungan bagi orang-orang yang menuntut ilmu.
Hadis ini disampaikan Rasul sekitar 14 abad yang lalu, kemudian bagaimana jika dikontekskan untuk zaman sekarang? Secara sederhana dapat kita katakan bahwa hadis ini merupakan sebuah anjuran (sangat penting) bagi orang untuk selalu menuntut ilmu dan jangan khawatir dengan gangguan apapun sebab ada malaikat yang diutus Allah untuk melindungi, hal ini juga sekaligus menyatakan bahwa orang Islam itu harus pintar sebab mereka punya tanggung jawab intektual kepada Allah
Selanjutnya dalam hadis ini, secara kebahasaan orang yang dianjurkan menuntut ilmu dan mendapat perlindungan dari malaikat, tidak hanya orang pergi dari rumahnya untuk menuntut ilmu tapi lebih luas dari itu, yakni setiap orang yang berangkat dari tempat dia berdiam baik dekat maupun jauh. Dalam hadis lain juga disebutkan bahwa orang yang pergi keluar rumahnya untuk mrnuntut ilmu maka ia berada di jalan Allah sampai ia kembali.
Akan tetapi yang lebih penting dari ini semua sebenarnya adalah mentansfer ilmu yang telah dimiliki, seperti yang dilakukan oleh Abu Darda. Dalam konteks hadis ini, Abu Darda menyampaikan apa yang ia dapat dari Rasul kepada orang yang bertanya kepadanya. Pada saat ini, kebiasaan sementara orang yang paham tidak lalu menyampaikan apa yang ia pahami kepada orang lain dengan alasan materil banyak terjadi. Hal ini akan menghambat transfer ilmu. Padahal telah diketahui bahwa tujuan dari menuntut ilmu itu adalah membentuk manusia yang baik, yang memiliki akhlaq dan keterampilan guna melaksanakan tugas pengabdian kepada Allah dalam rangka melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi ini yang dilaksanakan sebagai relisasi keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Jika ada ke-enggan-an (atau bahkan tidak mau) mentransfer ilmu dengan alasan materil maka akan ada keterhambatan ilmu, dan hal ini jugalah yang di larang oleh agama.
Disamping itu, orang yang menuntut ilmu akan mendapat perlindungan dari Allah melalui malikat hingga ia kembali menurut hadis ini adalah orang yang memang melakukannya dengan niat murni untuk mendapatkan ridha Allah. Hal inilah yang dicontohkan oleh hadis di atas yakni ketika Abu Darda bertanya kepada seseorang yang meminta hadis kepadanya."apa niat anda kemari untuk berdagang atau yang liannya?" orang yang dalam hadis ini tidak disebutkan siapa orangnya lalu menjawab "tidak", saya hanya ingin mendapatkan ilmu dari Anda. Ini mengindikasikan keikhlasan seseorang dalam mencari ilmu, meskipun tempat yang dia tempuh sangat jauh, hal inilah yang perlu ditiru untuk saat sekarang ini.


G. Penutup dan Kesimpulan

Demikianlah pemahaman terhadap hadis tentang naungan malaikat terhadap orang yang keluar untuk menuntut ilmu. Dari hadis di atas dapat kita simpulkan beberapa hal, pertama, Islam melalui al-Qur'an dan sunnah memberikan penghargaan berupa kemulian dan keutamaan bagi orang-orang yang menuntut ilmu. Kedua, menuntut ilmu wajib dilakukan oleh setiap manusia, dan tidak memandang dari segi umur, kapanpun, siapapun, dan dimanapun berada, maka menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban.
Ketiga, Allah melalui malaikat-Nya, akan memberikan perlindungan bagi orang yang menuntut imu sejak ia meninggalkan rumahnya hingga dia kembali. Keempat, perlindungan Allah melalui malakiat-Nya boleh saja bersifat zohir, dalam arti malaikat akan membentangkan sayapnya bagi orang yang menuntut ilmu, namun yang paling signifikan adalah bahwa Allah dan maliakat akan terus "menjaga" dan memberikan kemuliaan bagi orang yang menuntut ilmu.
Terakhir sebagai sebuah penutup, semoga penelitian yang singkat ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat dijadikan bahan diskusi yang menarik, tentunya dapat juga menambah wawasan terhadap pemahaman hadis Rasul, dalam kehidupan sehari-hari manusia untuk di dunia dan juga akhirat kelak. Amin.




DAFTAR PUSTAKA

al-Tirmiz\i, Muhammad Isa bin Surah. Sunan at-Tirmiz\i terj. Muh. Zuhri dkk. Semarang: CV. Asy-Syafi'i. 1992.
Ba>qi>, Muhammad Fuad 'Abdul. al-Mu'jam al-Mufahras li al-Fa>z} al-Qur'a>n al-Kari>m. Beirut: Da>r al-Ma'rifah, 2007.
Ibn Manz}hu>r, Jama>l al-Di>n Makram. Lisa>n al-'Arab . Beirut: Da>ru S}a>dir. 1992.
Ibn Majah, Abu Abdullah. Terjemah Sunan Ibnu Majah, terj. Abdullah Sonhaji. Semarang: CV. Asy-Syafi'i. 1992.
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif. 2002.
Munir, Ahmad. Tafsir Tarbawi: Mengungkap Pesan al-Qur'an tentang Pendidikan. Yogyakarta: Teras. 2008.
Shihab, M. Quraish Yang Tersembunyi: Jin, Iblis, Setan & Mailaikat dalam al-Qur'an, as-Sunnah, serta Wacana Pemikiran Ulama Masa Lalu dan Masa Kini. Jakarta: Lentera Hati. 2006.
,Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an. Jakarta: Lentera Hati. 2004.
Wahyudi, M. Jindar Nalar Pendidikan Qur'ani. Yogyakarta: Apeiron Philotes. 2006.
Wensinck, A.J. al-Mu'jam al-Mufahras} fi al-Fa>z} al-H{adi>s\ al-Nabawi>. Istanbul: Da>r al-Dakwah. 1978.
CD Mausu'ah al-H{adi>s\ al-Syari>f.