ILMU ASBABUL WURUD
A. Pendahuluan
Hadis
merupakan sumber utama hukum Islam disamping al-Qur'an. Pada hakikatnya ada dua
fungsi hadis, pertama hadis berfungsi sebagai sumber hukum Islam. kedua,
hadis juga berfungsi sebagai penjelas (bayyin) terhadap al-Qur'an. Oleh
karenanya, hadis merupakan "mitra" al-Qur'an dalam mengarahkan dan
memberikan petunjuk bagi manusia dalam kehidupan di dunia ini dan di akhirat
kelak. Dari dua fungsi di atas, maka hadis dalam kehidupan umat Islam perlu
difahami secara komprehensif agar kedua fungsi di atas dapat terealisasi secara
signifikan.
Sejalan
dengan al-Qur'an, dalam memahami hadis juga perlu memahami beberapa perangkat ilmu ('ulu>m al-H{adi>s\),
sebagai salah-satu alat bantu dalam pemahaman hadis. Tujuannya adalah agar
pemahaman terhadap hadis tidak terjebak pada pemahaman yang saklek atau tekstual.
Salah satu ilmu yang perlu dipahami adalah ilmu asba>b wuru>d al-h}adi>s\.
Tidak berbeda dengan al-Qur'an (ilmu asba>b al-nuzu>l), ilmu asba>b
al-wuru>d juga mempelajari atau memahami tentang sebab-sebab dikeluarkannya
sebuah hadis. Karena itu, dengan memahami ilmu ini maka akan sangat membantu
dalam mengetahui kondisi sosio-historis sebuah hadis.
Makalah
ini akan menjelaskan tentang ilmu asba>b wuru>d al-h}adi>s\,
mulai dari pemgertian sampai pada nilai-nilai pendidikan yang dapat dipetik
dari ilmu ini. Semoga makalah singkat ini nantinya dapat dijadikan bahan
diskusi yang menarik. Amin.
B.
Pengertian Ilmu Asba>b Wuru>d
al-H{adi>s\
Dalam
banyak literatur dijelaskan bahwa pengertian asba>b al-wuru>d sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
pengertian asba>b al-nuzu>l, bedanya hanya terletak pada objeknya.
Jika asba>b al-wuru>d objeknya adalah al-h}adi>s\ maka asba>b
al-nuzu>l objeknya adalah al-Qur'an. Namun secara sederhana ilmu asba>b
al-Wuru>d dikatakan sebagai ilmu yang menyingkap sebab-sebab timbul atau
munculnya hadis.[1]
Secara
etimologi (bahasa), kata asba>b adalah bentuk jamak dari kata sabab,
dalam kamus lisa>n al-'Arab kata ini dimaknai dengan arti
"saluran" atau bisa juga dikatakan segala sesuatu yang menghubungkan
satu benda dengan benda yang lainnya. Sementara bagi ahli bahasa mengartikannya
sebagai sesuatu yang mengantarkan pada sebuah tujuan.[2] Sementara
kata wurud secara harfiah dapat
diartikan "sampai atau muncul", namun disamping itu ada juga yang
memaknai lain. Menurut ahli bahasa bahwa kata ini dapat juga berarti air yang
memancar atau mengalir.[3]
Pada
pengertian lain yang hampir senada dengan pengertian di atas, bahwa ilmu asba>b
wuru>d al-h}adi>s\ adalah ilmu
yang menerangkan sebab-sebab Nabi saw. menuturkan sabdanyadan masa-masanya Nabi
menuturkan. Ilmu asba>b wuru>d al-h}adi>s\ ini menitik beratkan
pembahasannya pada latar belakang dan sebab lahirnya hadis.[4]
Ilmu ini
sangat terkait erat dengan ilmu tarikh al-Mutu>n sebab, ilmu tarikh
al-Mutu>n menitik beratkan pembahasanya pada kapan atau di waktu apa
hadis itu di-wurud-kan. Mengetahui latar-belakang atau peristiwa yang
melatar belakangi wurud-nya hadis sangatlah penting, karena akan dapat
membantu untuk memahami makna yang terkandung dalam hadis secara sempurna.
Karena mengetahui sebab dapat mengetahui
musabab (akibat).[5]
Dari
beberapa pengertian di atas, secara sederhana dapat kita simpulkan bahwa
pengertian ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s\ adalah; ilmu yang
mempelajari tentang sebab-sebab atau peristiwa-peristiwa yang melatar-belakangi
munculnya sebuah hadis. Dengan demikian, maka urgensi ilmu ini terhadap
pemahaman sebuah hadis sangatlah urgen, sebab disatu sisi kita akan mengetahui
peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi munculnya sebuah hadis, dan kita juga
pada sisi lain akan mengetahui apa dan kepada siapa sebuah hadis itu ditujukan,
apakah untuk manusia secara umum atau untuk individu.
Namun, senada
dengan al-Qur'an, bahwa sebagian hadis ada yang dikemukakan oleh Nabi tanpa
didahului oleh sebab tertentu, dan sebagian lagi didahului oleh sebab tertentu.
Oleh karenanya, tidak semua hadis Nabi memiliki asba>b al-Wuru>d,
sehingga tidak semua hadis Nabi dapat dipahami melalui pendekatan ilmu asba>b
wuru>d al-H{adi>s\ ini. Namun
demikian bukan berarti bahwa akan mengurangi ketelitian dalam memahami sebuah
hadis.
C.
Urgensi Ilmu Asba>b Wuru>d
al-H{adi>s\
Setelah
kita membahas penegrtian dari ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s\,
selanjutnya akan dibahas tentang urgensi dari ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s\.
Namun sebelum kita membahas tentang urgensi ilmu ini, sesungguhnya ilmu asba>b
wuru>d memiliki keterkaitan dengan ilmu-ilmu hadis lain, diantaranya
adalah ilmu nasikh dan mansukh. Menurut DR. Muhammad 'Ajaj al-Khatib,
bahwa ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s\ sangatlah memiliki
keterkaitan yang urgen dengan pembahasan nasikh dan Mansukh.
Sebab menurutnya, mengetahui hubungan antar hadis dapat membantu mengetahui
yang datang lebih dahulu dan yang datang kemudian, sehingga mudah untuk
mengetahui nasikh dan mansukh, oleh karenanya para ulama
disamping menulis kitab tentang asba>b al-Nuzu>l mereka juga
menulis kitab tentang asba>b wuru>d al-H{adi>s\.[6]
Diantara
urgensi ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s\ diantaranya adalah;
1.
Untuk menyibak hadis yang
bermuatan norma hukum, utamanya lagi hukum sosial. Sebab, hukum dapat berubah
karena perubahan atau perbedaan sebab, situasi dan 'illat. Sebagai
contoh misalkan ada hadis yang berbunyi. Artinya: "Tidak baik berpuasa
bagi orang yang bepergian". Tanpa mengetahui sebab timbulnya hadis ini
maka hadis ini tidak dapat diterima karena bertentangan dengan al-Qur'an yakni
surah al-Baqarah ayat 185, bahwa musafir, orang sakit, dan orang
"tua" boleh meninggalkan puasa Ramadhan. Tetapi puasa lebih baik jika
mereka mengetahi, jadi bagi musafir berpuasa lebih baik daripada
meninggalkannya.[7]
Sementara
dalam hadis itu, bagi musafir lebih baik tidak berpuasa. Dalam hal ini terlihat
adanya pertentangan. Namun sebenarnya hadis ini muncul ketika dalam suatu
perjalanan dalam bulan Ramadhan, Rasul melihat seorang sahabat merasa kepayahan
karena panasnya padang
pasir. Menyaksikan hal ini lalu Rasul memberikan solusi; "Tidak baik bagi
orang yang bepergian melaksanakan puasa". Dengan mengetahui asba>b
wuru>d kita tidak akan mengatakan
bahwa hadis ini bertentangan dengan al-Qur'an, namun kita akan memahami bahwa
hukum hadis ini akan dapat dilaksanakan dalam situasi yang sama dengan situasi
pada saat turunnya hadis.[8]
2.
Untuk mengetahui konteks sosial
dan budaya atau setting sosial ketika hadis itu muncul. Hal ini sangat
diperlukan sebab, dengan ini kita akan mampu memahami hadis Nabi secara lebih
tepat.[9]
3.
Dalam pemahaman ulama ushul
fikih, ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s\ sangat membantu mereka
dalam menentukan nash yang qat}'i dan yang z}anni. Nash yang
pemahamannya hanya satu atau sudah sangat jelas tidak lain adalah pemahaman qat}'i, sementara nash yang pemahamannya
terdapat keragaman atau terdapat kemungkinan lain dari pemahamannya, maka hal
ini disebut z}anni. Sehingga nantinya mereka sampai pada kesimpulan
bahwa nash-nash keagamaan atau hadis itu ada yang jelas (wa>d}ih}) dan ada juga yang tidak jelas (gairu
wa>d}ih}). Ilmu asba>b wurud al-H{adi>s\, akan sangat
memberikan kontribusi besar dalam mengetahui tentang hal ini.[10]
4.
Disamping itu, ilmu ini juga
memiliki fungsi untuk memahami ajaran Islam secara komprehensif, dan yang lebih
penting adalah dengan ilmu ini kita akan dapat mengetahui mana yang datang
lebih dahulu dari hadis yang bertentangan. Sehingga kita dapat mengkompromikan
atau menghapus yang datang lebih dahulu.[11]
Atau secara sederhana dapat kita katakan bahwa ilmu ini sangat membantu dalam
pemahaman tentang nasikh dan mansuk
sebuah hadis.
5.
Hadis secara khusus menangani berbagai
persoalan yang sifatnya lokal, partikular, dan temporal, didalamnya juga
terdapat hal-hal yang bersifat khusus dan terperinci. Oleh karena itu, haruslah
dipisahkan hal-hal yang bersifat khusus dan hal-hal yang bersifat umum, yang
sementara dan yang abadi, serta yang partikular dan yang universal. Semua itu
memiliki hukumnya masing-masing, dengan memperhatikan konteks, kondisi
lingkungan serta asba>b wuru>d al-H{adi>s\, maka akan lebih
mudah mencapai pemahaman yang tepat dan lurus.[12]
6.
Selama ini, secara umum hadis
dipahami hanya dari aspek legal-formalnya (lahiriah) saja, akibatnya pesan yang
diterimapun bersifat monolitik, parsial dan tidak kontekstual. Jika dengan
pendekan asba>b wurud al-H{adi>s\ maka persoalan semacam ini dapat
terpecahkan. Misalkan tentang hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
mengenai puasa Nabi pada hari senin menjadi sunah.[13]
Padahal
jika kita melihat substansi hadis tersebut, maka sebenarnya Nabi saw. ingin
menyatakan bahwa: "sunnah berpuasa pada hari dimana sesorang dilahirkan"
. pemaknaan demikian illat-nya bersumber dari jawaban Nabi ketika
seseorang bertanya tentang puasa pada hari senin. Lalu Rasul menjawab bahwa
beliau berpuasa pada hari senin kerana hari senin merupakan hari kelahirannya.
Maka hal ini mengesankan bahwa disunnahkan bagi seseorang untuk berpuasa pada
hari ia dilahirkan tidak harus hari senin. Dengan pemahaman asba>b
wuru>d al-H{adi>s\, maka akan tersingkap makna yang lebih luas dan
komprehensif.[14]
7.
Untuk mengetahui hikmah-hikmah
ketetapan syari'at (hukum)
8.
Untuk men-takhs}is}-kan hukum, bagi orang
yang berpegang pada berkaidah Ushul Fiqh
al-'Ibrah bi khus}us}i al-saba>b (mengambil suatu ibarat hendaklah
dari sebab-sebab yang khusus). Walaupun sebenarnya menurut pendapat yang lebih
kuat, para ulama ushul berpedoman pada "al-'ibrah bi 'umumi al-lafz} la
bi khus}us}i al-saba>b" (mengambil suatu ibarat itu hendaknya
berdasarkan keumuman lafz, bukan pada kekhususan sebab).[15]
Demikianlah
beberapa urgensi dari ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s\ yang dapat penulis kemukakan, sebenarnya
masih ada beberapa urgensi lain yang mungkin belum tercantum pada tulisan ini.
Namun pada intinya bahwa urgensi ini menunjukkan bahwa kajian dan pemahaman
terhadap ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s\ ini sangatlah penting dalam memahami sebuah
hadis.
D. Contoh-Contoh
Hadis yang Memiliki Asba>b Wuru>d
Setelah
mengetahui urgensi dari dari ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s\
, maka untuk lebih memahamkan kita terhadap ilmu ini, maka di sini penulis akan
mencantumkan beberapa hadis yang memiliki sebab-sebab munculnya.
Sebagaimana
telah kita pahami bahwa sebagian hadis Nabi dikemukakan oleh Nabi tanpa
didahului oleh sebab tertentu dan sebagian lagi didahului oleh sebab tertentu.
Bentuk sebab tertentu yang menjadi latar belakang terjadinya hadis itu dapat
berupa peristiwa secara khusus dan dapat pula berupa suasana atau keadaan yang
bersifat umum.[16]
Berikut beberapa contoh hadis yang memiliki sebab-sebab turun, diantaranya;
1.
Hadis tentang niat, artinya
"Dari Umar bin Khatab, beliau berkata; aku mendengar Rasulullah saw.
bersabda; "Sesungguhnya segala perbuatan itu bergantung pada niat, dan setiap
sesuatu itu akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkan. Barang siapa
yang berhijrah untuk Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan
Rasul-Nya. Barang siapa yang berhijrah karena dunia yang diharapkan atau karena
wanita yang ingin dinikahi, maka hijrahnya adalah hanya untuk apa yang ia
niatkan itu. Hadis ini mucul ketika Rasul dan para sahabat ingin berhijrah
ke Madinah, ada seorang sahabat yang hijrahnya ingin menikahi seseorang perempuan
yang juga ikut dalam hijrahnya Rasul dan para sahabat, mengetahui hal ini lalu
Rasul duduk di atas mimbar lalu bersabda;"Wahai manusia sekalian
sesungguhnya segala sesuatu itu bergantung pada niat (sebanyak tiga kali), barang
siapa yang hijrah karena Allah dan Rasulnya…… sampai akhir hadis.[17]
2.
Hadis tentang yang tidak
menyayangi tidak disayangi Rasul Bersabda "Barang siapa yang tidak
menyayangi, maka tidak disayangi" (H.R. Bukhari, Muslim, dan lain-lain
dari Abu Hurairah). Hadis ini didahului oleh sebuah peristiwa, yakni pada suatu
ketika Rasul saw. mencium cucu beliau yakni Hasan bin Ali. Pada saat itu salah
seorang sahabat yakni al-Aqra' bin Habis al-Tamimi duduk disamping beliau, lalu
berkata; Ya Rasulullah saya ini mempunyai anak sepuluh orang, tetapi tidak ada
seorang pun yang pernah saya cium. Sambil memperhatikan al-Aqra', Nabi lalu
bersabda seperti hadis yang dikutip di atas.[18]
3.
Hadis yang berhubungan dengan
urusan dunia, Hadis Nabi menyatakan "Kamu sekalian lebih mengetahui
tentang urusan dunia mu". (H.R> Muslim dari Anas). Hadis ini
didahului sebuah peristiwa, ketika pada satu saat Rasul lewat di hadapan para
petani yang sedang mengawinkan serbuk (kurma pejantan) ke putik (kurma betina).
Nabi lalu berkomentar "sekiranya kamu sekalian tidak melakukan hal itu
niscaya kurma mu akan baik". Mendengar komentar itu lalu para petani tidak
mengawinkan kurma mereka. Kemudian setelah beberapa lama, Nabi lewat kembali
ketempat itu dan menegur para petani:" mengapa pohon kurma mu itu?"
para petani melaporkan bahwa kurma mereka banyak yang tidak jadi. Mendengar hal
itu lalu Rasul lalau bersabda."Kalian lebih memahami tentang urusan
dunia mu".[19]
Inilah
sebagian dari hadis-hadis yang memiliki asba>b wuru>d, sebenarnya
masih banyak hadis yang memiliki keterangan tentang sebab-sebab kemunculannya,
disini penulis hanya menyebutkan beberapanya saja, sebab tidak mungkin jika
disebutkan secara keseluruhan.[20]
E.
Nilai-Nilai Pendidikan dalam
Ilmu Asbab Wurud al-H{adi>s\
Ilmu asba>b
wuru>d al-H{adi>s\ memiliki kaitan yang sangat signifikan
dengan ilmu nasikh dan mansukh. Disatu sisi, untuk mengetahui
nasikh dan mansukh adalah dengan mengetahui tahapan dikeluarkannya sebuah hadis,
mana yang lebih dahulu dan mana hadis yang belakangan disampaikan oleh Nabi.
Namun, pada sisi lain, tidak senmua
hadis memiliki asba>b wuru>d, oleh karena itu, juga perlu memahami sejarah Nabi, bahkan juga harus paham
terhadap historiografinya juga.
Dari
pemahaman di atas, maka ada beberapa nilai yang dapat diterapkan dalam dunia
pendidikan tentang ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s diantaranya;
pertama, melalui ilmu ini mengajarkan kepada kita bahwa, mempelajari
sejarah adalah sangat penting untuk dapat memahami peristiwa-peristiwa yang telah
terjadi.
Kedua,
dengan
mengetahui ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s akan melatih
sesorang untuk berfikir ilmiah,[21]
sebab seseorang akan ditantang untuk mengetahui peristiwa yang terjadi pada
saat hadis itu dikeluarkan, dengan menggunakan analisis yang ilmiah sebagai
sebuah data yang empiris. Jadi di sini hadis Nabi diletakkan pada posisi
empirik. Ketiga, nilai pendidikan yang paling penting dari ilmu ini
adalah akan menempatkan sesorang berfikir jauh kedepan, sebab dengan
mempelajari ilmu ini, maka ia akan mengambil ibrah dengan
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat hadis itu dikeluarkan.
Keempat,
hal
yang paling urgen adalah bahwa melalui ilmu ini akan mendidik sesorang
untuk lebih berfikir luas (tidak saklek), karena ilmu ini akan menunjukkan
bahwa dalam memahami sebuah hadis haruslah melihat situasi dan kondisi serta
kepada siapa hadis itu ditujukan.
F.
Penutup dan Kesimpulan
Sebagai
penutup dari tulisan ini, penulis akan memberikan beberapa kesimpulan yakni; 1)
sebenarnya ilmu asba>b al-wuru>d al-H{adi>s\ sebenarnya tidak jauh berbeda dengan ilmu asba>b
al-nuzu>l, bedanya hanya terletak pada objeknya. Jika asba>b wuru>d
objeknya adalah al-h}adi>s\ maka asba>b al-nuzu>l objeknya
adalah al-Qur'an. 2) tidak semua hadis memiliki asba>b wuru>d,
sebab ada juga sebagian hadis yang tidak memiliki asba>b wuru>d. 3)
konsep asba>b wuru>d sangat erat kaitannya dengan teori nasikh dan
mansukh, dan juga ilmu tarikh al-Mutu>n Sehingga ilmu-ilmu ini
memang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. 4) mempelajari ilmu
ini sangat penting untuk mengasah pemikiran kita, agar mampu berfikir secara
ilmiah.
Demikianlah
beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini, semoga makalah yang
singkat ini dapat dijadiakn bahan diskusi yang menarik, untuk selanjutnya dapat
dikembangkan untuk kemaslahatan umat, dan dapat menambah ilmu bagi kita semua.
Amin. Wallahu a'lam.
[1]Lihat, Muh. Zuhri, Hadis
Nabi: Telaah Historis dan Metodologis (Yogyakarta :
Tiara Wacana, 2003), hlm. 143.
[2]Lihat, Abi al-Fad}l
Jama>l al-Di>n Muhammad bin Makram ibn Manz{u>r al-Mis}ri>,
Lisa>n al-'Ara>b. Juz. XII (Beirut : Da>r
al-S}a>dir, 1992), hlm. 79.
[3]Jalaluddin
al-syuyuti, Proses Lahirnya Sebuah Hadis, terj. H.O. Taufiqullah dan
Afif Muhammad (Bandung :
Pustaka, 19850), hlm. 5.
[4]Endang Soetari, AD.,
M.Si, Ilmu Hadis (Bandung: Amal Bakti Press, 1997), hlm. 211.
[5]Ibid.
[6]Muhammad 'Aja>j
al-Khat}}i>b, Us}u>lu al-H{adi>s\: 'Ulu>muhu wa Mus}t}alah}uhu (Beirut:
Da>r al-Fikr, 2006), hlm. 188.
[7]Muh. Zuhri, Telaah
Matan Hadis: Sebuah Tawaran Metodologis (Yogyakarta :
LESFI, 2003), hlm. 63.
[8]Ibid.
[12]Yusuf Qardhawi, Bagaimana
Memahami Hadis Nabi Saw terj. Muhammad al-Baqir (Bandung: Karisma, 1997),
hlm. 132.
[13]Lukman S. Thahir, Studi
Islam Interdisipliner: Aplikasi Pendekatan FIlsafat, Sosiologi, dan Sejarah (Yogyakarta : Qalam, 2004), hlm. 117.
[15]Fatchur Rahman, Ikhtisar
Mushthalahul Hadis (Bandung: PT> Alma'arif, 1974), hlm. 327.
[16]Syuhudi Ismail, Hadis
Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma'ani al-Hadits Tentang Ajaran
Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1994), hlm. 49.
[17]Jala>l al-Di>n
'abd al-Rah}ma>n al-Suyu>t}i>, Asba>bu Wuru>d al-H{adi>s\
aw al-luma' fi> asba>b wuru>d al-H{adi>s\ (Beirut: Dar al-Fikr,
1996), hlm. 31.
[18]H.M. Syuhudi Ismail Hadis
Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma'ani al-Hadits……, hlm. 56.
[20] Untuk lebih jelas
tentang contoh-contoh hadis yang memiliki peristiwa yang melatarbelakangi
dikeluarkannya sebuah hadis, dapat dilihat pada kitab yang khusus membahas
tentang masalah ini, misalnya karya yang klasik, Abu H{afs} al-'Akbari> guru
al-Qa>d}i Abi> Ya'la Muhammad bin H{usain al-Farra' al-Hanbaliy (380-458
H), selain itu terdapat karya terlengkap dalam bidang ini yakni kitab al-Baya>ni
wa al-Ta'ri>fi fi> asba>bi wuru>d al-H{adi>s\ al-Syari>f karya Sayyid Ibrahim ibn Muhammad Kamaluddin
(1054-1120 H). kitab ini disusun secara alfabetis, dan dicetak di Halb tahun
1329 H, dalam dua jilid yang cukup besar.
Lihat, Muhammad 'Aja>j al-Khat}}i>b, Us}u>lu al-H{adi>s\:
'Ulu>muhu……, hlm. 188.
[21]Muh. Zuhri, Hadis
Nabi: Telaah……, hlm. 139.
DAFTAR PUSTAKA
Ismail, Syuhudi. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma'ani al-Hadits Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal. Jakarta : PT. Bulan Bintang. 1994.
al-Khat}}i>b, Muhammad 'Aja>j. Us}u>lu al-H{adi>s\: 'Ulu>muhu wa Mus}t}alah}uhu. Beirut : Dar al-Fikr. 2006
al-Mis}ri>, Abi al-Fad}l Jama>l al-Di>n Muhammad bin Makram ibn Manz{u>r. Lisa>n al-'Ara>b. Beirut : Da>r al-S}a>dir. 1992.
Qardhawi, Yusuf Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw terj. Muhammad al-Baqir. Bandung : Karisma. 1997.
Rahman, Fatchur. Ikhtisar Mushthalahul Hadis. Bandung : PT> Alma'arif. 1974.
Soetari, Endang. Ilmu Hadis. Bandung : Amal Bakti Press. 1997.
al-Suyu>t}i>, Jala>l al-Di>n 'abd al-Rah}ma>n Asba>bu Wuru>d al-H{adi>s\ aw al-luma' fi> asba>b wuru>d al-H{adi>s\. Beirut : Dar al-Fikr. 1996.
,Proses Lahirnya Sebuah Hadis, terj. H.O. Taufiqullah dan Afif Muhammad. Bandung : Pustaka, 19850.
Thahir, Lukman S. Studi Islam Interdisipliner: Aplikasi pendekatan FIlsafat, Sosiologi, dan Sejarah. Yogyakarta : Qalam. 2004.
Zuhri, Muh. Hadis Nabi: Telaah Historis dan Metodologis. Yogyakarta : Tiara Wacana. 2003.
,Telaah Matan Hadis: Sebuah Tawaran Metodologis. Yogyakarta : LESFI. 2003.