Halaman

Sabtu, 12 Desember 2009

PEMBAHARUAN dalam DUNIA ISLAM

PEMBAHARUAN dalam DUNIA ISLAM:
PERIODE MODERN 1800 M – 200 M

Key Word: Pembaharuan, Islam, Politik, Pendidikan, dan Aqidah

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
Peradaban Islam merupakan terjemahan dari bahasa Arab yakni al-hadarah al-islamiyyah, kata ini sering diartikan kedalam bahasa Indonesia sebagai kebudayan Islam.”Kebudayaan” dalam bahasa Arab adalah al-Tsaqafah, di Indonesia masih banyak orang yang mensinonimkan kata “kebudayaan” dan “peradaban”. Akan tetapi dalam perkembangan ilmu antropologi, hakikatnya kedua hal ini berbeda. Secara aplikatif kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi (agama), dan moral, sementara peradabaan terefleksi dalam politik, ekonomi, dan teknologi.
Dengan demikian baik peradaban maupun kebudayaan, akan mengalami perubahan dan pembaharuan, baik yang terjadi secara sederhana maupun secara signifikan. Dalam dunia Islam keniscayaan itu pun juga terjadi. Islam yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammmad saw. telah membawa bangsa Arab yang semula terbelakang, bodoh, tidak terkenal, dan diabaikan bangsa lain, menjadi bangsa yang maju. Ia dengan cepat bergerak mengembangkan dunia, membina satu kebudayan, dan peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah umat manusia hingga sampai saat ini.
Perubahan-perubahan dan pembaharuan yang terjadi mencakup berbagai aspek yang secara signifikan berpengaruh pada perkembangan agama Islam di dunia. Namun, pembahasan dalam tulisan ini akan berfokus hanya pada tiga aspek pembaharuan dalam dunia Islam yakni; bidang politik, pendidikan, dan aqidah. Pembahasan tiga aspek ini, kajian ini sangat menarik untuk diteliti sebab, pada satu sisi, pembahasan ini akan memberikan gambaran terhadap pembaharuan yang terjadi di dunia Islam secara umum dan umat Islam khususnya.
Disamping itu pada sisi lain, tulisan ini akan menggambarkan pengaruh Islam terhadap dunia, dengan adanya pembaharuan-pembaharuan yang telah terjadi pada dunia Islam. Sebab telah kita ketahui bersama bahwa kemajuan Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk Benua Eropa melalui Spanyol. Oleh karena itu, menurut H.A.R. Gibb melalui bukunya Whaither Islam mengatakan bahwa “Islam is indeed much more than a system of theology, it is a complete civilization (Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna). Jadi hemat penulis bahwa penelitian ini sangat penting artinya untuk dapat memahami pembaharuan dan pengaruh Islam terhadap dunia di Luar Islam.
Untuk membatasi pemahaman dan agar tulisan ini lebih fokus tidak terlihat mengambang dan luas, maka dalam tulisan ini pembaharuan Islam akan dibagi dalam tiga periode yakni; klasik, pertengan dan modern. Periode klasik akan digambarkan pembaharuan Islam antara tahun 650-1250 M. Kemudian periode pertengahan yakni antara tahun 1250-1800 M, dan terakhir periode modern yakni antara tahun 1800 M-sekarang. Dari periode-periode ini nantinya akan terlihat sejauh mana pembaharuan yang telah dilakukan oleh Islam khususnya dalam tiga hal yang telah disebutkan di atas.

2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas penulis memberikan batasan rumusan masalah yang akan dibahas yaitu meliputi:
a. Apa saja pembaharuan yang terjadi pada dunia Islam di bidang politik?
b. Bagaimana dan apa saja pembaharuan di bidang pendidikan yang telah terjadi pada dunia Islam?
c. Pembaharuan apa saja yang terjadi pada dunia Islam di bidang aqidah?
3. Metode Penelitian
Penelitian ini murni menggunakan bahan-bahan kepustakaan secara langsung atau biasa disebut penelitian dengan kajian kepustakaan (Library Research). Dimana kegiatan penelitiannya dilakukan dengan pengumpulan data dari berbagai literatur dari buku-buku, jurnal-jurnal yang berada di perpustakaan ataupun di tempat lain. Untuk memudahkan dalam pengolahan data, penulis menggunakan sebuah metode untuk memudahkan dalam menganalisis, yaitu dengan metode Analisis-Deskriptif. Dengan metode ini penulis mencoba menguraikan dan membahas secara sistematis dan terperinci tentang pembaharuan di dunia Islam. Dalam konteks ini penulis akan menguraikan dan menggambarkan bagaimana pembaharuan-pembaharuan yang terjadi di dunia Islam yakni bidang politik, pendidikan, dan aqidah, untuk selanjutnya menganalisis hasil yang telah didapat .

B. PEMBAHARUAN ISLAM BIDANG POLITIK

1. Politik Islam Masa Klasik
Selama kehidupannya Rasul saw. menjalankan perannya sebagai nabi, pembuat hukum, pemimpin agama, hakim, komandan pasukan, dan kepala pemerintahan sipil. Semua ini menyatu dalam diri Muhammad, semua mampu beliau lakukan dengan sangat baik. Namun, setelah beliau wafat siapakah yang akan menggantikannya sebagai khalifah, dalam berbagai peran selain peran kenabian? Secara “biologis”, rasul tidak meninggalkan anak laki-laki beliau hanya meninggalkan seorang anak perempuan yakni Fatimah istri Ali. Di satu sisi, rasul hanya meninggalkan anak perempuan, pada sisi lain, rasul juga tidak menunjuk dengan jelas siapa yang akan menjadi penggantinya. Akibatnya, masalah kehalifahan menjadi masalah pertama yang harus dihadapi oleh umat Islam.
Setelah umat Islam pada waktu itu melakukan pemilihan khalifah, akhirnya memilih Abu Bakar dan sekaligus tercatat sebagai khalifah pertama yang menggantikan rasul, sebagai pemimpin umat Islam setelah rasul , Abu Bakar disebut Khalifah Rasulillah (pengganti rasul). Kahlifah Abu Bakar menduduki urutan pertama dari empat khalifah awal (khalifa al-rasidun). Ketiga khalifah berikutnya secara berturut-turut adalah Umar, Usman, dan Ali. Masa keempat khalifah itu merupakan masa dimana ketika teladan kehidupan nabi masih berpengaruh besar pada sikap dan perilaku para pemimpin Muslim, selain itu para khalifah ini juga merupakan sahabat dekat dan kerabat nabi, mereka tinggal di Madinah sebagai pusat pemerintahan mereka, kecuali Ali yang memilih Kufah di Irak sebagai ibu kota pemerintahannya.
Abu Bakar memerintah hanya sekitar dua tahun, sebelum wafatnya beliau mengadakan musyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan antara umat Islam. Pada zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi, ibu kota Syria yakni Damaskus, jatuh ketangan Islam tahun 635 M dan setahun kemudian setelah tentara Bizantium kalah pada pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria berada dalam kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi dilanjutkan ke Mesir dibawah komando Amru bin ‘Ash dan ke Irak di bawah komando Sa’ad bin Abi Waqash.
Umar bin Khattab memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/ 634-644 M), masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah. Untuk menentukan penggantinya Umar tidak menempuh jalan seperti yang telah dilakukan Abu Bakar, dia hanya menunjuk enam orang sahabat lalu meminta mereka untuk memilih salah satu diantara mereka untuk menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad bin Abi Waqash, dan Abdurrahman bin ‘Auf. Setelah Umar wafat, tim ini mengadakan musyawarah dan berhasil menunjuk Usman sebagai khalifah, melalaui persaingan yang agak ketat denganAli bin Abi Thalib.
Dimasa pemerintahan Usman (644-655 M), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania dan Tarabistan berhasil direbut. Ekspansi Islam tahap pertama berhenti sampai disini. Usman yang hanya memimpin selama 12 tahun, juga harus mengakhiri kepemimpinannya dengan dibunuh, sebab ada beberapa golongan yang tidak senang terhadap gaya kepemimpinannya yang memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar, dan akhirnya pada tahun 35 H/ 655 M. Usman wafat karena dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang kecewa dengan kepemimpinannya.
Setelah wafatnya Usman, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Para sejarawan bersepakat bahwa Ali dipilih secara aklamasi, secara terbuka dan disepakati oleh seluruh hadirin. Dengan demikian Ali adalah khalifah pertama dan satu-satunya yang dipilih secara umum dalam sejarah Muslim. Ali hanya memimpin sekitar enam tahun. Pada pemirintahan Ali banyak terjadi pemberontakan dan tidak sedikit pun pada masa pemerintahannya dapat dikatakan stabil. Puncak pemberontakan pada pemerintahan Ali dilakukan oleh Thalhah, Zubair, dan Aisyah yang berujung pada perang Jamal. Akhir dari pemerintahan Ali adalah dengan terbunuhnya Ali oleh salah seorang dari anggota Khawarij.
Selanjutnya setelah kita membahas situasi politik pada masa empat khalifah setelah rasul, maka selanjutnya kita akan membahas pembaharuan bidang politik pada periode awal Islam yakni antara 650-1000 M, pada zaman ini secara politik Islam melakukan ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan, pada zaman ini daerah Islam meluas dari Afrika utara sampai ke Spanyol di barat dan melalaui Persia sampai ke India di timur. Daerah-daerah itu tunduk kepada kekuasaan khalifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian di Damsyik dan terakhir di Bagdad.
Setelah kekuasaan empat kahlifah setelah rasul berakhir, maka pemerintahan umat Islam mengalami kemajuan yang boleh dikatakan pesat khususnya dalam bidang politik. Akan tetapi pada masa Muawiyah yang menjadi awal dari kekuasaan Bani Umayyah, pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Kehalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi pemerintahan secara turun-temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan masyarakat untuk menyatakan sumpah setia pada anaknya Yazid. Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun, sementara itu ibu kota negara dipindah dari Madinah ke Damaskus, tempat dimana dia berkuasa sebelumnya sebagai seorang gubernur. Secara umum khalifah-khalifah yang besar pada dinasti ini adalah diantaranya; Muawiyah bin Abi Sufyan (661-680 M), Abdul Malik bin Marwan (685-705 M), al-Walid ibnu Malik (705-715 M), Umar bin Abul Aziz (717-720 M) dan Hasyim ibn Abdul Malik (724-743 M).
Pada masa ini juga terjadi ekspansi besar, tercatat pada masa dinasti ini kekuasaan Islam sampai ke daratan Spanyol dengan menduduki Kordova sebagai ibu kota Spanyol pada saat itu. Dengan demikian kekuasaan Islam saat itu sangat luas daerah-daerah itu meliputi diantaranya; Spanyol, Afrika Utara, sebagian Asia Kecil, Persia Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.
Disamping itu, pada masa ini juga banyak terjadi kemajuan-kemajuan diantaranya menertibkan angkatan bertsenjata dan mencetak mata uang sebagai alat tukar sekitar tahun 659 M. Akan tetapi ini semua tidak berarti bahwa kekuasaan Bani Umayyah ini tidak mendapat ganguan. Disamping para pengganti khalifah yang telah wafat sangat lemah, juga banyak terjadi pemberontakan sehingga menyebabkan hancurnya kekhalifahan Bani Umayyah. Untuk selanjutnya setelah runtuhnya kekhalifahan Bani Umayyah maka kekuasaan dilanjutkan oleh Bani Abbasiyah, disebut Bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya adalah keturunana dari paman Nabi Muhammad saw. yakni al-Abbas.
Kekuasaan Bani Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, yakni dari tahun 132 H (750 M) sampai pada 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan paerubahan politik, sosial, dan budayanya. Pada masa pemerintahan al-Mansyur (754-775 M), ibu kota Negara di pindah dari al-Hasyimiyah, dekat Kufah ke Bagdad, di Bagadad ini lalu al-Mansyur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahan, dan mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan pada Lembaga Eksekutif dan Yudikatif. Dia juga mengangkat seorang wazir sebagai koordinator departemen, dan yang paling penting adalah dibuatnya lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara. Kejayaan Bani Abasiyah mencapai puncaknya pada masa kekuasaan Harun al-Rasyid (786-809 M) kemudian dilanjutkan oleh anaknya al-Ma’mun (813-833 M).

2. Islam di Spanyol dan Masa Tiga Kerajaan Besar
Seperti yang telah disebutkan, bahwa Spanyol diduduki Islam pada zaman Khalifah al-Walid (705-715), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelumnya Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayyah pada zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Dalam penaklukan Islam di Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan ke sana, mereka adalah Tharif ibn Malik, Tharik bin Ziyad, dan Musa bin Nushair. Semenjak pertama kali menginjakkan kaki di Spanyol sampai jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad, pada masa ini Islam di Spanyol telah banyak memberikan kontribusi yang signifikan dalam berbagai bidang termasuk didalamnya bidang politik.
Setelah Islam berkuasa di Spanyol hampir delapan abad, pada tahun 1258 M Bagdad jatuh ketangan bangsa Mongol, hal ini bukan saja mengakhiri masa Khalifah Abbasiyah di sana, tapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan dan peradaban Islam, sebab Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam saat itu yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan juga ikut lenyap dibumi hanguskan oleh pasukan Mongol. Pada saat ini secara politik umat Islam mengalami kemunduran dan boleh dikatakan bahwa kekuasaan Islam sudah tidak signifikan lagi. Hal ini disebabkan setelah Bagdad runtuh kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain saling berperang dan berebut daerah kekuasaan.
Setelah Bani Abbas hancur, kemudian kekuasaan Islam muncul kembali di Turki yakni kerajaan Usmani, kemudian Mughal di India, dan Safawi di Persia. Kerajaan Usmani disamping yang pertama berdiri juga merupakan yang terbesar dan paling lama bertahan dibandingkan dengan dua kerajaan lainnya. Tiga kerajaan (dinasti) ini berkuasa lebih kurang tiga abad, yakni antara 1500 M sampai 1800 M. dalam bidang politik kerajaan pertama yakni Usmani, melakukan ekspansi dengan cepat dan luas, hal ini disebabkan karena memang para pemimpin kerajaan Usmani pada masa-masa awal adalah orang-orang yang kuat.
Meskipun demikian, sebenarnya kemajuan kerajaan Usmani hingga mencapai masa kejayaannya bukan semata-mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang mendukung keberhasilan ekspansi itu, yang paling penting diantaranya adalah keberanian, keterampialan, ketangguhan dan kekuatan militer yang sanggup bertempur kapanpun dan dimanapun. Keberhasilan ekspansi juga dibarengi dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam struktur pemerintahan Sultan sebagai penguasa tertinggi dibantu oleh shard al-a’zham (perdana menteri) yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I, dibawah gubernur terdapat beberapa al-Zanaziq atau al-‘alawiyah (bupati).
Ketika kerajaan Usmani sudah mencapai puncak kemajuan, kerajaan Safawi di Persia baru berdiri, kerajaan ini berkembang dengan cepat, secara embrio kerajaan ini berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Menariknya, kerajaan ini menyatakan Syi’ah sebagai mazhab Negara. Oleh karena itu, kerajaan ini dianggab sebagai peletak pertama dasar terbentuknya negara Iran dewasa ini. Yang menjadi keprihatinan adalah bahwa antara kerajaan Usmani dan kerajaan Safawi sering terjadi peperangan, hal ini tidak lain akibat ambisi politik yang mendorong kalifah-khalifah kerajaan Safawai terutama Ismail untuk mengembangkan kekuasaan termasuk ke Turki Usmani.
Selanjutnya adalah kerajaan Mughal di India. Kerajaan ini berdiri seperempat abad setelah berdirinya kerajaan Safawi. Kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai ibu kota, didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530), dia merupakan salah satu dari cucu Timur Lenk. Pada tahun 1525 M, Babur berhasil menguasai Punjab dengan ibu kotanya Lahore. Setelah melakukan peperangan besar pada 21 April 1526 M di Panipat, ketika Babur memimpin tentaranya menuju Delhi dan pada pertempuran itu kemenangan dipihak Babur, selanjutnya sebagai pemenang kemudian ia menegakkan pemerintahan di sana. Dengan demikian berdirilah kerajaan Mughal di India.
Secara politik, kekuasaan Mughal sangat luas di antaranya Chundar, Ghond, Chitor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, dan sebagian besar wilayah India pada saat itu. Wilayah yang sangat luas ini dipimpin dalam suatu pemerintahan yang militeristik. Dalam pemerintahan militeristik tersebut, sultan adalah seorang sipah salar (kepala komandan), sedang sub distrik dipegang oleh faujdar (komandan). Jabatan-jabatan sipil pun diberi jenjang kepangkatan yang bercorak kemiliteran, dan para pejabat diwajibkan mengikuti latihan kemiliteran. Hal yang menarik dari kerajaan ini adalah disamping mengekspor hasil pertanian, kerajinan dan lain-lain, ke negara-negara lain seperti Eropa, Afrika, Arabia dan Asia Tenggara, juga mengadakan kerjasama dengan bebarapa negara seperti Inggris dan Belanda dalam mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian.
Setelah masa kejayaan Islam runtuh, seiring dengan runtuhnya tiga kerajaan besar, Eropa Barat (selanjutnya disebut Barat) mengalami kemajuan yang sangat pesat. Periode ini bermula dari tahun 1800 M dan berlangsung sampai sekarang, dimana dunia Islam dijajah oleh bangsa Barat. Diawal periode 1800 M ini kondisi dunia Islam secara politis berada dibawah penetrasi kolonialisme. Baru pada pada pertenganhan abad 20 M dunia Islam mulai bangkit memerdekakan dirinya dari penjajahan Barat.


C. PEMBAHARUAN ISLAM BIDANG PENDIDIKAN
Selanjutnya, setelah kita membahas kondisi dan pembaharuan Islam dalam bidang politik hingga runtuhnya kerajaan Islam secara politik, kita akan melanjutkan pembahasan pembaharuan Islam pada bidang pendidikan. Perlu digaris bawahi di sini seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa pembahasan akan difokuskan dari masa klasik, pertengan, dan modern.
Pada dasarnya bahwa puncak kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti bahwa seluruhnya berasal dari kreativitas pernguasa Bani Abbas sendiri, sebagian diantaranya telah mulai berkembang sejak masa awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan di masa awal Islam sudah berkembang lembaga pendidikan dimana masjid sebaga basicnya saat itu lembaga pendidiakan terdiri dari dua tingkat yakni; pertama, Maktab/Kuttab dan masjid yaitu, sebuah lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan, dan tulisan serta tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama seperti tafsir, hadis, dan bahasa. Kedua, Tingkat pendalaman, pada tingkat ini bagi pelajar yang ingin memperdalam ilmunya dapat pergi keberbagai daerah untuk menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya, pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau rumah-rumah. Khusus bagi anak bangsawan dan para penguasa dapat memanggil para guru atau ilmuan kerumah mereka masing-masing untuk mengajar.
Lembaga-lembaga yang sudah ada ini lalu berkembang pada masa kekuasaan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih berupa Universitas, karena disamping di sana terdapat berbagai kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi. Perkembangan lembaga pendidikan ini merupakan sebuah cerminan bahwa telah terjadi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat.
Di satu sisi, Pada masa Bani Abbas juga terjadi asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain, selain itu bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi ini lalu berdampak positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terutama bangsa Persia yang banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra, kemudian pengaruh India dalam bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. Sementara bangsa Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak ilmu, terutama filsafat.
Pada sisi lain, terjadinya gerakan penterjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama terjadi pada masa Harun al-Rasyid, yang banyak menterjemahkan karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua, pada masa khalifah al-Ma’mun, yang lebih banyak menterjemahkan buku-buku dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga adalah setelah masa al-Ma’mun dimana sudah tersedianya kertas sebagai alat untuk membuat buku, sehingga bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas. Pengaruh dari kebudayaan bangsa-bangsa yang telah maju tersebut (terutama dalam bidang terjemahan), tidak saja membawa perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan umum tapi juga ilmu pengetahuan agama.
Disamping itu pada masa Bani Abbasiyah, merupakan masa hidup dari imam-imam mazhab hukum yang empat yakni Imam Abu Hanifah (700-767 M), dalam pendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kufah, kota yang berada ditengah-tengah kebudayaan Persia. Oleh karena itu, mazhab ini lebih menggunakan pemikiran rasional dari pada hadis. Selanjutnya Imam Malik (713-795 M), berbeda dengan Imam Abu Hanifah, Imam Malik lebih banyak menggunakan hadis dan tradisi masyarakat Madinah. Pendapat kedua tokoh tersebut ditengahi oleh Imam Syafi’i (767-820 M) dan Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M).
Pengaruh gerakan terjemahan ini terasa sangat signifikan terutama dalam bidang ilmu pengetahuan umum, terutama bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dalam bidang astronomi nama al-Fazari tercatat sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusns nastrolobe. Kemudian al-Fargani, yang di Eropa dikenal dengan nama al-Faragnus, menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. Dalam lapangan kedokteran dikenal nama al-Razi dan Ibnu Sina. Al-Razi adalah ilmuwan pertama yang menemukan perbedaan antara penyakit cacar dan measles, dia juga orang yang pertama menyusun buku tentang ilmu kedokteran anak, sesudahnya ilmu kedokteran di tangan Ibnu Sina yang juga sebagai seorang filosof. Ibnu Sina berhasil menemukan sistem peredaran darah manusia. Di antara karyanya adalah al-Qanun fi al-Thibb, buku ini merupakan ensiklopedi kedokteran terbesar dalam sejarah.
Selain tokoh-tokoh di atas ada banyak tokoh yang berpengaruh dan memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan hingga saat ini seperti; Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythami yang di Eropa dikenal dengan Alhazen, dibidang kimia, terkenal nama Jabir ibn Hayyan, kemudia pada bidang matematika terkenal nama Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dia jugalah yang menciptakan ilmu aljabar. Dalam bidang sejarah terkenal nama al-Mas’udi yang juga ahli dalam bidang geografi. Diantara karyanya adalah Muruj al-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir.
Tokoh-tokoh yang terkenal dalam bidang filsafat antara lain; al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, etika, dan interpretasi terhadap filsafat Aris Toteles. Ibnu Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat, yang terkenal diantaranya adalah al-Syifa’. Sementara Ibnu Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan sebutan Averroes, banyak berpengaruh di Barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang disebut dengan Averoisme.
Secara aplikatif, pendidikan di Spanyol begitu meluas di berbagai pelosok, sehingga sebagian besar Muslim di Spanyol bisa membaca dan menulis. Para guru yang mengajar pada sekolah dasar mendapatkan tempat yang layak dan terhormat, berbeda dengan sejawat-sejawat mereka di tempat lain. Pendidikan yang lebih tinggi difokuskan pada tafsir al-Qur’an, teologi, filsafat, tata bahasa Arab, puisi, leksikografi, sejarah, dan geografi. Beberapa kota penting yang berada di Spanyol memiliki Universitas. Beberapa Universitas yang besar dapat di sebutkan diantaranya terdapat di Kordova, Seville, Malaga, Granada. Universitas Kordoba memiliki beberapa jurusan seperti astronomi, matematika dan kedokteran, sebagai tambahan untuk jurusan teologi dan hukum.
Yang paling menarik dan perlu kiranya dituliskan di sini, bahwa setiap universitas memiliki perpustakaan yang dibangun berdampingan dengan gedung universitas. Perpustakaan terbesar berada di Kordova yang pembangunannya dipelopori oleh khalifah Muhammad I (852-886 M), kemudian diperluas oleh Abdurahman III, lalu menjadi perpustakaan terbesar dan terbaik setelah al-Hakam II menyumbangkan koleksi pribadinya.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa memang kemajuan Islam dalam bidang pendidikan sangat berpengaruh dan mempunyai peranan sangat penting bagi dunia khususnya Eropa. Kekuasaan Islam di Spanyol telah menunjukkan bukti yang nyata tentang hal ini. Sehingga tidaklah mengherankan jika pada saat itu banyak orang Eropa yang belajar ke tanah Islam. Orang Islam sejatinya bukan hanya sekedar penyalur pikiran-pikiran orang Yunani, akan tetapi juga sebagai pencipta-pencipta sejati, yang mempertahankan disiplin-disiplin yang telah mereka ajarkan dan meluaskannya. Oleh karena itu orang Eropa harus mempelajari banyak hal dari orang Islam, sebelum mereka sendiri mampu mengadakan perkembangan-perkembangan lebih lanjut.
Demikianlah kemajuan dalam bidang pendidikan yang pernah dicapai oleh pemerintahan Islam, suatu kemajuan yang memang tidak ada bandingnya pada saat itu. Pada masa ini kemajuan dalam berbagai bidang berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan, sehingga Islam mencapai masa kejayaan dan keemasaannya, namun masa keemasan ini mencapai puncaknya hanya sampai pada masa Bani Abbasiyah. Namun sayang, setelah periode ini berakhir, Islam mengalami masa kemunduran terutama dibidang pendidikan.

D. PEMBAHARUAN ISLAM BIDANG AQIDAH

Sunni dan Syiah
Amanat dan pesan terakhir Nabi Muhammad saw. di Arafah ketika perjalan akhir hajinya, persis sebelum kematiannya pada 632, meringkas esensi Islam, yang secara sederhana biasa dikatakan oleh para ulama sebagai rukun Islam. Amanat ini secara jelas mengidentifikasikan lima pokok yang meletakkan keyakinan dan kebiasaan Islam yakni; sembahlah Tuhanmu, dirikanlah shalatmu lima kali sehari, naik haji ke rumah Tuhanmu. Bayarlah zakat dari hartamu dan patuhilah apa yang aku perintahkan kepada kalian. Kelak kalian akan masuk surga Tuhan sang pemeliharamu.
Pesan rasul ini menghujam dalam setiap hati kaum Muslimin pada saat itu, walaupun ada beberapa orang yang mengaku sebagai nabi setelah Muhammad, namun itu dapat diatasi oleh para khalifah setelah rasul. Pada perkembangan selanjutnya di permukaan hanya ada satu keyakinan Islam yang monolitik; pada pokoknya masing-masing Muslim percaya pada cita-cita Islam, namun dalam praktek, faktor-faktor politik dan sejarah membantu menciptakan perbedaan-perbedaan dalam masyarakat. Ini pada dasarnya adalah merupakan satu bagian dari sifat sosial dan budaya. Hal ini kemudian memunculkan beberapa sekte.
Meskipun ada banyak sekte Muslim dalam perkembangan aliran dalam Islam namun yang paling menonjol dapat kita bagi menjadi dua bagian besar yaitu Sunni dan Syiah. Kaum Sunni berkisar kira-kira 90% dari populasi dunia Muslim sedangkan Syiah hanya 10%. Secara umum perbedaan antara dua pihak tersebut pada intinya sedikit dan terletak pada tradisi dan kebiasaan. Ada perbedaan opini yang lain antara Sunni dan Syiah, sering berdasarkan faktor-faktor budaya dan hanya sedikit kaitannya dengan doktrin.
Secara geografis pusat Syiah berada di Iran, Irak bagian selatan, dan Asia Selatan. Sikap eksklusifitas menjadi ciri mereka. Kepercayaan Syiah berkisar di seputar Ali, kaum ini menganggap bahwa Nabi Muhammad memilih Ali sebagai penggantinya dan oleh karena itu, seharusnya dia menjadi khalifah pertama. Kaum Syiah percaya bahwa masing-masing pemimpin baru dalam masyarakat seharusnya dipilih oleh imam sebelumnya dan mereka percaya bahwa dia seharusnya adalah seorang keturunan Nabi dan juga Ali. Bagi kaum Sunni khalifah sebagian besar adalah pemimpin dan memegang kekuasaan politik.
Baik Syiah maupunpun Sunni percaya lima rukun Islam. Tapi selama berabad-abad seluruh pokok ibadah telah berbeda, bahkan bentuk-bentuk sembahyang telah berbeda. Namun salah satu perbedaan yang sangat menonjol anatara keduanya adalah antara doktrin Syiah tentang imamah yang sangat berbeda dengan konsep Sunni tentang kekhalifahan. Bagi Syiah imam adalah pemimpin politik dan petunjuk jalan keagamaan, dia adalah penafsir yang mempunyai otoritas terakhir tentang kehendak Tuhan dan mempunyai kekuasaan yang hampir tidak terbatas. Sementara itu bagi golongan Sunni otoritas keagamaan yang dibutuhkan untuk menerjemahkan Islam terletak dalam konsensus (ijma’), atau kepustusan kolektif masyarakat yakni para ulama.
Muktazilah, Khawarij, dan Murji’ah
Sebelumnya, pada masa Dinasti Umayyah perlu dijelaskan juga di sini, juga dapat kita temukan cikal-bakal gerakan-gerakan filosofis keagamaan yang berupaya menggoyahkan fondasi agama Islam.pada paruh abad ke-8, di Basrah hidup seorang tokoh terkenal bernama Washil bin ‘Atho’ (w. 748 M) seorang pendiri mazhab rasionalisme kondang yang biasa disebut Muktazilah. Orang Muktazilah (pembelot, penentang), mendapat sebutan itu karena mereka mendakwahkan ajaran bahwa orang yang berdosa besar dianggap telah keluar dari barisan Islam, namun tidak disebut Kafir, dalam hal ini orang semacam itu berada pada posisi antara kafir atau beriman.
Doktrin tersebut pada saat itu dianut oleh kelompok Qadariyah yang dibedakan dengan kelompok Jabariyah. Orang Qadariyah merepresentasikan penentangan terhadap konsep takdir yang ketat dalam Islam. Sementara kelompok Jabariyah kebalikan dari kelompok Qadariyah, mereka sangat terpaku pada takdir dang menggap takdir sebagai sesuatu yang tidak bisa diuabah-uabah. Orang Qadariah adalah mazhab filsafat paling awal.
Selain Muktazilah sekte keagamaan lain yang tumbuh dan berkembang pada masa ini adalah kelompok Khawarij. Namun jika Muktazilah mempelopori dan pendukung gerakan rasionalisme, Khawarij menjadi pendukung gerakan puritanisme Islam. Jika Qadariyah dikenal sebagai mazhab pemikiran filosofis awal, maka Khawarij merupakan sekte politik paling awal dalam Islam.
Sekte lain yang muncul adalah Murji’ah, yang mengusung doktrin irja’, yaitu pengukuhan hukum terhadap orang yang beriman yang melakukan dosa, dan mereka tetap dianggap Muslim. Lebih spesifik lagi, orang Murji’ah tidak menganggap pemaksaan hukum agama oleh kahalifah-khalifah Umayyah sebagai alasan yang sah untuk menolaknya sebagai pemimpin politik de facto bagi umat Islam.
Sufisme
Sufisme adalah filsafat Islam yang toleran, mistik, dan universal. Ajarannya tentang damai dengan semua orang, membuatnya disayang oleh umat Islam maupun non-Islam. Kaum Sufi melihat kesatuan Tuhan, tauhid, dalam segala sesuatu dan setiap orang. Meskipun dalam bentuk vulgar atau lebih populisnya Sufisme mempelajari hal-hal yang “tidak” Islami. Namun tidak dapat disangkal bahwa asal-usulnya berasal dari Nabi Muhammad sendiri. Sufi pertama sekali harus menguasai syari’ah, jalan Islam yang benar, sebelum melangkah ke tariqah, jalan Sufi.
Dalam perkembangan selanjutnya, pada dunia Islam aliran-aliran seperti yang telah disebutkan di atas berkembang dan menyebar keseluruh pelosok dunia Islam, perkembangan ini sejalan dengan perkembangan peradaban dan budaya dalam dunia Islam. Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa aliran-aliran ini sampai sekarang masih ada, dan mampu mempengaruhi cara dan pola hidup umat Islam secara umum.

E. KESIMPULAN dan PENUTUP

Sebelum penulis menutup tulisan ini, ada beberapa kesimpulan yang dapat dipaparkan diantaranya; pertama, dalam bidang politik, pembaharuan dan perubahan terus terjadi dalam dunia Islam. Pada masa awal Islam masalah kekhalifahan menjadi bahasan pokok dalam bidang politik, kemudian periode berikutnya masalah ekspansi dan perluasan wilayah menjadi sorotan utama. Dari segi model pemerintahan dapat kita lihat bahwa memang terdapat kemajuan yang sangat signifikan dalam perkembangan politik Islam.
Kedua, dalam bidang pendidikan, sejak awal, melalui Nabi Muhammad Islam telah menanamkan kewajiban dalam menuntut ilmu, hal ini ditunjang dengan didirikannya sekolah-sekolah dan tempat belajar. Pendidikan dan kemajuan intelektual dalam Islam mencapai puncaknya pada masa Khalifah Abbasiah di Spanyol, ini terbukti dengan didirikanya berbagai sekolah dan universitas serta perpustakaan yang sangat maju, dan pada saat itu juga dunia Islam banyak melahirkan pemikir-pemikir dan para ilmuwan yang berpengaruh.
Ketiga, dalam bidang akidah, tidak dapat disangkal lagi bahwa banyak bermunculan sekte-sekte atau aliran-aliran dalam Islam. Sekete-sekte ini pada dasarnya adalah merupakan satu bagian dari sifat sosial dan budaya. Sekte-sekte ini terus berkembang dan menjadi aliran-aliran yang dianut oleh umat Islam hingga saat ini.
Demikianlah beberapa hal tentang pembaharuan dalam Islam yang dapat dibahas dalam tulisan ini. Sebagai kata penutup, semoga tulisan yang sangat jauh dari kesempurnaan ini dapat bermanfaat dan bisa dijadikan bahan diskusi untuk bahan pemahaman yang lebih baik pada masa-masa yang akan datang. Wallahu a’lam bisshawab.

Jumat, 11 Desember 2009

Bahasa Simbolik

Jika bicara tentang bahasa, maka dalam benak kita akan terbayang suatu ucapan yang bisa disimbolkan sehingga dapat dipahami oleh orang lain atau lawan bicara. namun ada bahasa yang tidak bisa difahami, atau paling tidak jika ingin difahami harus melalui penafsiran mendalam, itulah "bahasa simbolik". terkadang simbol atau tulisan tidak mampu mewakili ungkapan dari bahasa simbolik. Ibnu 'Arobi pernah berkata: "Tuhan memuji ku dan akupun memuji Tuhan, Tuhan menyembah ku, lalu akupun menyembah Tuhan". Jika perkataan ini tidak difahami dengan penafsiran yang mendalam, maka bisa membuat orang menjadi kufur, namun sebenarnya inilah yang dinami bahasa simbolik, ungkapan semacam ini hanya bisa difahami dengan penafsiran yang mendalam.