Halaman

Rabu, 20 Mei 2009

Resensi Buku

“Tenaga Dalam” Itu Bernama Pancasila

Semua orang akan sepakat jika dikatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan budaya. Dalam kekayaan itu, persatuan dan kesatuan merupakan syarat yang mutlak untuk dipenuhi dalam sebuah negara yang multikultur seperti Indonesia ini. Artinya bahwa sangat diperlukan adanya suatu perekat untuk menyatukan watak bangsa yang sangat bhineka ini. Betapa tidak, sebagai bangsa besar yang mutietnik, multi agama, ribuan pulau, dan kaya akan sumberdaya alam akan sangat mudah terdisintegrasi jika tidak memiliki semangat kesatuan yang muncul dari internal bangsa Indonesia sendiri.
Berkaitan dengan hal ini, para pendiri negara ini dengan sangat cemerlang mampu menciptakan suatu “formula” yang sangat pas sebagai dasar negara sesuai dengan karakter bangsa, sangat orisinal, menjadi negara modern yang berkarakter religius, tidak sebagai negara sekuler tidak pula sebagai negara agama. Rumusan konsepsinya benar-benar diorientasikan pada dan sesui dengan karakter bangsa yang multi budaya dan agama. Formula yang sangat pas itu adalah PANCASILA, Pancasila merupakan racikan sempurna dan solutif, ramuan pancasila sangat kreatif yang mampu mengambil sebuah jalan tengah antara dua pilihan ekstrem, negara sekuler dan negara agama, yakni negara yang berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa. Bandingkan dengan Turki. Untuk mencari jalan keluar dari kemerosotan Dinasti Usmani yang berkuasa selama hampir delapan abad, Turki akhirnya memilih negara sekuler yang ditandai dengan jatuhnya kekhalifahan pada maret 1924. Oleh karena itu, Turki menjadi negara sekuler pertama di tengah masyarakat Muslim. Lain lagi di Pakistan, setelah gagal mensenyawakan format untuk sebuah dasar negara modern, akhirnya memilih jalan sebagai negara Islam.
Para pendiri pendiri negara Indonesia mampu menyepakati Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara, ditengah diskursus yang berlangsung dalam pemikiran politik Islam pada saat itu (akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20) yang masih berkutat seputar upaya untuk mensenyawakan pemikiran Barat ke dalam ide negara Islam modern. Namun demikian para pendiri negara kita ini, dari kalangan Islam termasuk dari kalangan pesantren yang nota bene banyak terpengaruh pada pemikiran tokoh-tokoh yang mengusung ide negara Islam, mampu meramu sebuah konsep yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. Hasilnya adalah sebuah rumusan dasar negara yang sangat menakjubkan untuk sebuah negara yang religius, multi etnik, dan juga multi agama seperti Indonesia, terutama hubungan negara dan agama, serta sejumlah isu besar lainnya. Jadi, tidaklah mengherankan jika banyak intetektual ataupun negarawan yang memuji prestasi monumental pendiri republik ini. Mencari rumusan dan konsensus dasar memang tidak mudah, namun pancasila menjadi sebuah solusi kebangsaaan yang mampu menyatukan keberagaman bangsa ini. Bahkan tidak hanya sampai di situ, pancasila dan UUD 1945 agaknya juga memberi inspirasi bangsa-bangsa lain untuk memecahkan masalah dasar konstitusi yang mereka hadapi.
Namun demikian, di era reformasi, Pancasila yang sangat monumental itu dipersoalkan oleh sejumlah anak bangsa. Saat terjadi krisis yang mengakibatkan keterpurukan hampir pada semua bidang kehidupan, Pancasila dijadikan sebagai kambing hitam. Menurut mereka, hanya liberalisme dan kapitalisme yang terbukti mampu memenangkan perang ideologi dunia dan mampu menyelamatkan bangsa Indonesia ini. Padahal mereka tidak memahami bahwa pada periode pasca-reformasi, secara tidak disadari bahwa energi Pancasila berproses secara otomatis dalam menyelamatkan bangsa ini. Coba kita renungkan, berbagai macam konflik dan musibah yang terjadi sangat luar biasa besar mampu kita atasi, hal ini tidak lepas dari energi yang disemburkan oleh Pancasila yang memang tidak disasadari oleh banyak kalangan di Indonesia ini. Energi ini jugalah yang sebenarnya muncul dan mendorong terciptanya perdamaian di berbagai daerah konflik. Perdamaian konflik di Ambon dan Poso menjadi bukti nyata dari energi Pancasila yang muncul dengan sendirinya disaat kritis. Energi Pancasila juga menggerakkan perdamaian dalam konteks pelaksanaan otonomi khusus di Aceh dan Papua. Bahkan lebih jauh dari itu, dewasa ini solusi konflik di Aceh dan Papua dijadikan model oleh dunia internasional untuk menangani konflikserupa.
Ini artinya bahwa Pancasila harus didiskusikan atau didialogkan oleh segenap elemen agar mampu menjadi energi seluruh bangsa. Semakin besar pihak atau komponen yang memahami Pancasila, maka semakin besar pula energi yang terbentuk untuk membangun bangsa ini. Buku ini akan membahas dan mengembangkan pengertian Pancasila tidak hanya sebagai ideologi dan Dasar Negara, namun juga akan membahas hubungan Pancasila dengan Agama, tidak sekedar berusaha mengembalikan “citra Pancasila” tapi juga membuktikan bahwa Pancasila memang mampu menjadi tonggak kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini maupun masa akan datang.
Sederhananya, bahwa buku ini ingin mendorong segenap elemen bangsa khususnya generasi muda untuk selalu memahami Pancasila sesuai konteks zaman, dengan demikian Pancasila akan menjadi “tenaga dalam” yang mampu memancarkan energi yang sangat luar biasa dalam membangun bangsa ini dari krisis multi dimensi yang imbasnya sangat dirasakan oleh masyarakat. Disamping itu, jika “tenaga dalam” itu dapat dikelola dengan benar, Indonesia tak pelak akan menjadi negara besar yang disegani.

JUDUL BUKU: NEGARA PANCASILA: JALAN KEMASLAHATAN BERBANGSA
PENULIS : AS’AD SAID ALI
PENGANTAR : KH. MUSTOFA BISRI
PENERBIT : LP3ES
CETEKAN : PERTAMA, 20009
TEBAL : xxxii + 340

Tidak ada komentar:

Posting Komentar