IBADAH
ESENSIAL
(Kasus
Atsar al-Sujud: Kening Hitam karena Rajin Sujud)
Ibadah
itu sejatinya menciptakan perubahan yang mendasar dalam diri dan jiwa manusia.
Perubahan ini bukan hanya tercermin dari kondisi fisik sang hamba, namun lebih
utama adalah perubahan yang terjadi pada kondisi jiwa, pola fikir, pola hidup,
cara pandang, serta hubungan sang hamba dengan sesamanya menunjukkan grafik
yang baik. Jadi, kondisi fisik yang “berubah” akibat “intensnya” melakukan
ibadah bukanlan menjadi ukuran dalam melihat buah atau hasil dari ibadah
seorang hamba.
Suatu
saat, saya berdialog dengan beberapa orang mahasisiwa di kelas, kami berdiskusi
tentang atsar al-sujud (tanda sujud).
Dalam
al-Qur’an surah al-Fath: 29 disebutkan bahwa salah satu ciri dari umat
Rasulullah saw. itu adalah: .....سِيْمَاهُمْ
فِي وُجُوْهِهِمْ مِنْ اَثَرِ السُّجُوْد..... maknanya kurang
lebih “kalian melihat pada wajah mereka ada tanda bekas sujud (shalat). Secara
tekstual ini bisa dimakanai bahwa orang yang selalu melakukan shalat, akan
berbekas pada jidat/ keningnya? Hal ini mengindikiasikan bahwa orang yang rajin
melaksanakan ibadah shalat (wajib dan sunah) tentunya akan tercermin dari
keningnya yang “hitam” seperti yang kita perhatikan terjadi pada sebagaian
orang. Jadi apakah demikian seharusnya pak? Tanya seorang mahasiswa!
Sangat
boleh jadi demikian! Karena rajin melaksanakan shalat, lalu kening mereka
terlihat hitam bahkan mungkin seperti “gosong” terbakar akibat selalu
mendekatkan diri kepada Allah melalui pelaksanaan ibadah shalat, apa lagi
mereka tiada pernah meninggalkan Qiyam al-lail (shalat malam).
Namun
perlu dicermati juga, kalau masalah hitam di jidat sih, gampang digosok-gosok
atau ente shlalat saja di aspal paling tiga kali shalat sudah hitam
jidatnya (kata ku, dengan nada bercanda).
Tetapi
prinsipnya bahwa esensi melaksanakan shalat bukan pada jidat/kening yang hitam,
namun tergambar dari sejauh mana shalat yang dilakukan itu dapat merubah
perilaku dan akhlak dari orang yang melaksanakannya, Allah sangat jelas
menegaskan “…sesungguhnya shalat itu, mencegah perbuatan keji dan munkar…”.
Demikian lebih kurang makna dari surah al-Ankabut: 45. Jadi esensi dari
pelaksanaan shalat itu bukan pada hitamnya jidat, namun terlihat dari hilangnya
(paling tidak berkurang) perilaku maksiat dan munkarot dari orang yang
melakukan shalat.
Jika
kita cermati, Rasul SAW merupakan manusia yang paling rajin ibadahnya, bahkan
Rasul SAW adalah orang yang pertama melaksanakan perintah Allah sebelum beliau
menyampaikannya kepada umatnya, beliau pernah menyatakan: …اَنا اوّل
واجبٍ عَلى ما امرتكم به ... Namun kita belum pernah mendengar
keterangan yang menunjukkan bahwa Rasul SAW hitam kening beliau karena rajin
shalat, yang terlihat justru kaki beliau yang bengkak karena selalu
melaksanakan shalat, demikian keterangan yang kita dapatkan dari Sayyidah
‘Aisah al-Khumaira istri beliau.
Menurut
saya, kita perlu memahami bahwa esensi ibadah itu bukan semata terlihat dari
perubahan secara fisik, bagi orang yang melaksanakan ibadah, namun yang lebih
esensi adalah bagaimana ibadah yang kita lakukan itu dapat menciptakan
perubahan yang mendasar dalam gerak dan mobilitas kehidupan kita menuju
kehidupan yang lebih baik.
Hal
ini berlaku untuk seluruh ibadah yang kita lakukan sehingga kita tidak lagi terpaku
pada kulit luarnya belaka, namun munculnya perubahan dari dalam diri kita
semua. Wallahua’lam…