Halaman

Jumat, 24 April 2009

Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. Bid’ah atau Ibadah?

Sebelum kita masuk pada penjelasan apakah perayaan atau peringatan maulid Nabi saw itu boleh atau tidak, di sini akan dijelaskan terlebih dahulu sisi historis perayaan Maulid Nabi saw. sebagai suatu pengetahuan agar pemahaman kita terhadap hal ini lebih mendalam. Dalam perspektif historis, Rasul saw. lahir pada tanggal 12 Rabiul awwal, tanggal inilah yang kemudian dijadikan sebagai patokan peringatan Maulid Nabi saw. Secara historis, perayaan naulid Nabi Muhammad saw. dilakukan pada zaman kekhalifahan Fatimi (keturunan dari Fatimah az-Zahrah, puteri Rasulullah saw.). Adalah Salahuddin al-Ayyubi (1137-1193 M), seorang jendral perang pada waktu itu, mengusulkan kepada khalifah untuk mengadakan peringatan maulid Nabi Muhammad saw. tujuan utamanya adalah untuk mengeembalikan semangat juang kaum Muslimin dalam perjuangan membebaskan Masjidil Aqsa dari cengkraman kaum kafir (salibis), nah hal ini berhasil, sebab pada tahun 1187 Masjidil Aqsa berhasil dibebaskan dari cengkraman kaum kafir Salibis dibawah komando langsung dari Al-Ayyubi.
Jika menelusuri sejarah, ternyata Nabi Muhammad SAW belum pernah merayakan hari ulang tahunnya dengan upacara dan acara, Rasulullah memperingati kelahirannya dengan berpuasa. Pada suatu kesempatan Nabi Muhammad saw. ditanya oleh seorang sahabat: ”Wahai rasul, mengapa engkau berpuasa hari Senin?” Rasul menjawab: “Pada hari Senin itu aku dilahirkan”. Nah, apakah kalau Nabi Muhammad saw. dan para sahabat tidak pernah mengadakan peringatan maulid, lalu bagi yang merayakannya ini berarti mengada-ngada, dan apakah termasuk bid’ah?
Dalam penjelasan tentang bid’ah, sebagian besar ulama menyatakan bahwa tidak semuanya bid’ah itu sesat. Menurut Imam al-Iz Abdussalam, Ibnu Atsar menjelaskan bahwa ada bid’ah dholalah dan bid’ah hasanah. Bid’ah dholalah (sesat) adalah bid’ah yang tidak ada dasar hukummnya dan tidak ada perintah sama sekali dari syariat, sedangkan bid’ah hasanah adalah suatu amalan yang dasar perintahnya sudah ada dari Rasulullah, namun teknisnya tidak diatur langsung dan itu bukan temasuk ibadah mahdah muqayyadah (ibadah murni yang telah ditentukan tata caranya).
Selanjutnya mari kita mengkaji tentang hukum peringatan Maulid Nabi saw. (untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kitab Husnul Maqasid fil amal al-Mawalid karangan Imam Jalaluddin as-Suyuthi). Seperti yang disebutkan di atas bahwa ada dua macam ibadah, pertama, ibadah mahdah muqayyad yakni ibadah murni yang tata caranya terikat dan tidak boleh diubah, sebab perintah dan teknis pelaksanaannya dicontohkan langsung oleh Rasulullah, seperti shalat, puasa, zakat dan haji yang harus disesuaikan dengan apa yang telah dicontohkan oleh Beliau. Kedua, ibadah mutallaqah ghairu muqayyadah, yakni perintahnya ada namun teknis pelaksanaannya diserahkan pada tiap individu. Seperti berzikir, perintahnya sudah ada namun teknisnya tidak ditentukan sebagaimana firman Allah surah an-Nisaa ayat 103:
فَاذْكُرُواْ اللّهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَى جُنُوبِكُمْ

…Maka ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring…

Zikir disini merupakan suatu perintah, sementara teknisnya terserah kita tidak ada batasan-batasan tertentu, tergantung pada situasi dan kondisi dan selama tidak melanggar ketentuan syariat. Demikan pula dengan bersalawat atau membaca salawat keapada Rasul, juga diperintahkan oleh Allah swt. seperti yang dinyatakan dalam surat al-Ahzab ayat 56;
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

”Sesungguhnya Allah dan malaikat bershalawat kepada Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu kepada Nabi dan ucapkanlah salan penghormatan kepadanya.”

Perintah membaca shalawat ada sedangkan teknisnya terserah kita. Boleh sholawat yang panjang, pendek, prosa, maupun syair, yang penting bershalawat kepada rasullullah. Hal ini termasuk juga berdakwah, Allah berfirman dalam Al-Qur’an surah an-Nahl ayat 125:
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ

”Serulah (manausia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.”

Berdakwahlah kamu ke jalan Allah dengan cara hikmah dan mauidzah hasanah atau wejangan yang baik. Perintahnya ada, sedangkan teknis pelaksanaannnya terserah kita, boleh dalam bentuk pengajian umum, pengajian rutin di masjid, ataupun media TV, radio, koran, majalah,diskusi, maupun seminar. Semuanya di persilahkan yang penting momentum dan misinya adalah dakwah.
Jika demikian maka dapat kita simpulkan, bahwa merayakan peringatan Maulid Nabi saw. merupakan sebuah ibadah yang ada dalilnya (disamping juga sebagai sarana dakwah), namun secara teknis dan pelaksanaan diserahkan kepada kita, selama hal itu dilakukan untuk dakwah dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Wallahu a’lam.